Adapun, pada hari ini Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dijadwalkan menggelar sidang perdana gugatan kelangkaan BBM SPBU swasta yang dilayangkan pelanggan Shell, Tati Suryati.
Tati menggugat Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, PT Pertamina (Persero), hingga PT Shell Indonesia.
Tati menunjuk Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Bin Saiman sebagai advokat, sekaligus konsultan hukum dalam membawa kasus ini ke pengadilan.
Selain itu, Boyamin turut ditemani oleh Kurniawan Adi Nugroho dan Ardian Pratomo sebagai kuasa hukum dari Tati.
Gugatan itu disampaikan kuasa hukum Tati ke pengadilan dengan nomor perkara: 648/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst.
Lewat keterangan resmi kantor hukumnya, Boyamin menerangkan kliennya merasa dirugikan akibat kelangkaan bensin dengan research octane number (RON) 98 di jaringan SPBU Shell di BSD 1 dan BSD 2.
Konsekuensinya, menurut Boyamin, kliennya mesti membeli bensin Shell dengan kualitas RON lebih rendah di level 92.
“Bahwa berdasarkan pengakuan dari petugas SPBU yang melayani pengisian, bahwa jenis V-Power Nitro+ dengan RON 98 sudah mencapai batas kuota yang diberikan oleh tergugat I [Bahlil],” tulis Boyamin lewat keterangan resmi dikutip Senin (29/9/2025).
Belakangan, Bahlil memutuskan agar jaringan SPBU swasta untuk membeli BBM dasar atau base fuel lewat Pertamina.
Nantinya, pengadaan base fuel itu bakal melewati pemeriksaan kualitas dengan melibatkan joint surveyor antara Pertamina dan operator SPBU swasta.
Menurut kuasa hukum Tati, kebijakan itu tidak sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM).
“Pemaksaan yang dilakukan oleh tergugat I [Bahlil] untuk pengadaan base fuel melalui tergugat II [Pertamina] jelas telah melanggar hak dan kesempatan bagi tergugat III [Shell] dan dampaknya sangat dirasakan oleh penggugat [Tati],” kata Boyamin.
Sementara itu, Tati lewat kuasa hukumnya berpendapat, Shell tidak mampu melindungi dirinya sebagai pelanggan dari kelangkaan pasokan BBM RON 98 tersebut.
“Penggugat terpaksa menggunakan BBM jenis yang tersedia yaitu Shell Super dengan RON 92, sehingga menimbulkan kekhawatiran terjadi kerusakan pada kendaraan milik penggugat yang telah terbiasa menggunakakan V-Power Nitro+ RON 98,” tulis Boyamin.
Adapun, Tati menghitung kerugian materiel yang timbul dari ketiadaan V-Power Nitro+ RON 98 itu mencapai Rp1,16 juta. Alasannya, penggugat tidak menggunakan kendaraan lagi sejak 14 September 2024 hingga saat ini.
Lebih lanjut, Tati turut menghitung potensi kerugian imateriel yang timbul akibat permasalahan ini mencapai Rp500 juta, lantaran kecemasan yang timbul dari penggunaan RON 92 untuk mobilnya.
Tati lewat kuasa hukumnya meminta pengadilan untuk menyatakan Bahlil, Pertamina, dan Shell Indonesia telah melawan hukum.
Selain itu, Tati meminta pengadilan untuk menghukum tergugat mengganti kerugian materiel dan imateriel dari kelangkaan BBM Shell kualitas tinggi tersebut.
Sebelumnya, Pertamina telah melakukan impor BBM dasaran atau base fuel sebanyak 200.000 barel lewat dua kali pembelian. BBM dasaran itu rencanannya akan disalurkan ke sejumlah operator SPBU swasta untuk menambal kelangkaan bensin.
Hanya saja, operator SPBU swasta tak kunjung sepakat untuk membeli seluruh base fuel yang telah disiapkan Pertamina. Belakangan, 200.000 barel base fuel itu digunakan untuk keperluan internal perusahaan pelat merah tersebut.
Upaya impor base fuel yang dilakukan Pertamina berujung penolakan operator SPBU swasta dengan berbagai alasan; mulai dari ditolak Vivo akibat adanya kandungan etanol 3,5% hingga disoal BP-AKR imbas ketiadaan dokumen certificate of origin.
Adapun, lima operator SPBU swasta yang terlibat dalam proses negosiasi B2B dengan Pertamina a.l. PT Aneka Petroindo Raya (BP-AKR), PT Vivo Energy Indonesia (Vivo), PT ExxonMobil Lubricants Indonesia (Mobil), PT AKR Corporindo Tbk. (AKRA), dan PT Shell Indonesia (Shell).
Berdasarkan data Kementerian ESDM, Pertamina Patra Niaga masih memiliki sisa kuota impor sebesar 34% atau sekitar 7,52 juta kiloliter (kl) untuk 2025.
Sementara itu, PPN menyebut operator SPBU swasta membutuhkan tambahan pasokan BBM dengan RON 92 sebanyak 1,2 juta barel base fuel, serta RON 98 sejumlah 270.000 barel base fuel untuk mencukupi kebutuhan hingga akhir tahun ini.
(azr/wdh)





























