Logo Bloomberg Technoz

Kemudian dia mengatakan dengan Adrian sudah masuk DPO, namun masih dapat menjalankan bisnisnya di luar negeri.dengan berbekal izin tinggal (permanent resident) di Doha, Qatar. Bahkan, tutur Izzudin, pendiri Investree itu sudah diketahui berada di Qatar setidaknya per Februari 2025 berdasarkan unggahan media sosial.

“Artinya, OJK juga memiliki kekurangan dalam hal koordinasi dan kerja sama dengan K/L terkait, misalnya kementerian luar negeri, untuk mencegah AG (Adrian Gunadi) bisa menjadi permanent resident di negara lain,” terang Izzudin.

Dia pun menyebut Adrian diduga telah melakukan fraud atau menghimpun dana masyarakat tanpa izin sejak Januari 2022, namun OJK baru mencabut izin usaha Investree pada 21 Oktober 2024 lalu. Terlebih, terdapat kesan bahwa lembaga pengawas bidang industri jasa keuangan di Indonesia tersebut mulai bergerak sesudah memperoleh banyak pengaduan dari masyarakat.

“Hal ini menandai lemahnya pengawasan OJK terhadap pelaku usaha di industri keuangan,” kata Izzudin.

Menurut dia, kasus ini dapat menjadi pembelajaran untuk OJK agar lekas mengambil langkah cepat dalam menangani kasus kriminal di industri keuangan di masa mendatang. Contohnya, dengan pembekuan aset bisnis yang terkait.

“OJK bersama aparat penegak hukum idealnya dapat membekukan aset tersangka yang melarikan diri sehingga AG tidak bisa menjalankan bisnisnya sama sekali,” ujar Izzudin.

Celios: OJK Perlu Serius Lindungi Lender

Senada dengan Izzudin, ekonom sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda menilai langkah pemulangan Adrian lamban. Bahkan status red notice-nya dipertanyakan.

“Kemarin lama karena status red notice-nya apakah sudah masuk atau belum. Saling lempar pernyataan yang tidak saling mendukung,” kata dia kepada Bloomberg Technoz, Selasa malam.

Huda juga menilai koordinasi antara OJK, kepolisian, hingga pihak imigrasi amat lemah ihwal penerbitan red notice. OJK sempat mengatakan sudah bersurat, namun pihak lainnya masih menunggu administrasi.

“Jadi ada ruang abu-abu yang akhirnya dimanfaatkan oleh Adrian untuk mendapatkan status permanent resident Qatar sampai bisa menjadi CEO. Harusnya masalah ini udah kelar jika penetapan tersangka kejahatan keuangan ke Adrian itu clear (jelas). Artinya, Adrian tidak boleh berusaha di bidang yang sama karena mempunyai catatan hitam,” jelas Huda.

Dia pun menyoroti total kerugian kasus ini mencapai Rp2,7 triliun. Hal ini berdampak pada pengikisan kepercayaan masyarakat terhadap industri pinjaman daring (pindar).

Akan tetapi, kata Huda, pihaknya mengapresiasi penangkapan Adrian setelah menjadi buron sekian lamanya terkait tindak pidana di bidang finansial. “Publik menanti keseriusan OJK dalam menindak pelaku tindak pidana finansial yang merugikan masyarakat,” ujar dia.

Huda pun menyebut banyak pemberi pinjaman (lender) individu yang akhirnya beralih ke instrumen investasi lainnya. Pasalnya, lender individu rentan terhadap masalah seperti ini. Lender institusi perbankan juga terpengaruh, tetapi tak sebesar lender individu yang masih cukup rentan perlindungan dari otoritasnya.

“OJK juga nampaknya perlu membuat sistem baku ketika terjadi hal serupa di kemudian hari. Langkah Adrian ini bisa ditiru oleh yang lain. Kabur ke luar negeri, buat perusahaan di ‘negara suakanya’, jadi bebas ke sana ke mari,” tutur Huda.

Tak hanya itu, dia mendorong OJK untuk perlu membuat semacam pedoman (guideline) apabila pelaku kejahatan finansial kabur ke luar negeri. “Maka saya rasa perlu ada keseriusan OJK dalam melindungi lender ini dengan sistem penilaian kredit yang lebih ketat guna memfilter kasus gagal bayar,” imbuh Huda.

Untuk organisasi internal perusahaan pindar, lanjut dia, juga perlu diperkuat. Bukan hanya soal modal minimum, tetapi soal standarisasi langkah mitigasi.

“Manajemen pindar harus mempunyai tanggung jawab etik terhadap lender,” kata Huda.

Kronologi Penangkapan Adrian Asharyanto Gunadi di Qatar

Sebelumnya, OJK memastikan tim penyidik sudah menahan Adrian. “OJK bersama Polri serta sejumlah kementerian/lembaga terkait telah berhasil menahan saudara AAG,” kata Deputi Komisioner Hukum dan Penyidikan OJK Yuliana dalam konferensi pers di Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK di Gedung 600 PT Angkasa Pura II, Tangerang, Banten, Jumat (26/9/2025).

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri, Irjen Pol Amur Chandra Juli Buana mengeklaim proses pemulangan Adrian dinilai cukup rumit. Awalnya, pihak mereka hendak menempuh sejumlah mekanisme seperti pemerintah ke pemerintah (government to government/G-to-G), namun proses tersebut dipandang bakal memakan waktu yang lama dan rumit.

“Terkait dengan tersangka AAG ini, saya sedikit menceritakan bagaimana proses pemulangan ini yang cukup rumit, namun alhamdulillah pada hari ini secara final bisa kita pulangkan,” ujar Amur dalam konferensi pers. 

Dia pun mengatakan pihaknya menginginkan penanganan kasus Adrian dilakukan dengan cepat. Titik baliknya adalah saat digelar konferensi Interpol Asia Regional di Singapura. Pada saat itu, mereka mengutus Sekretaris NCB Interpol Divhubinter Polri Brigadir Jenderal (Brigjen) Untung Widyatmoko untuk bertemu dan mengadakan pertemuan bilateral (bilateral meeting) dengan pihak Qatar. Lalu, pihak Qatar berkomitmen untuk membantu mereka guna mengamankan tersangka.

“Tersangka ini sudah memiliki permanent resident dan memang sulit untuk dipulangkan kalau dengan mekanisme yang normal. Jadi dengan kerja sama corporation yang baik, P-to-P, (police to police), NCB-to-NCB (national central bureau to national central bureau), kita bisa memulangkan tersangka ini,” kata Amur.

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris NCB Interpol Divhubinter Polri Brigadir Jenderal (Brigjen) Untung Widyatmoko menyebut total kerugian kasus ini mencapai Rp 2,75 T.

“Kalau [total] kerugian yang kami kumpulkan sesuai dengan Interpol red notice Rp2,75 triliun,” kata Untung kepada awak media selepas konferensi pers. 

Dia pun merinci jumlah kerugian tersebut muncul dari aktivitas pinjaman online (pinjol) atau peer-to-peer (P2P) lending. Dalam konferensi pers tersebut, Adrian sempat “dipamerkan”, dengan mengenakan rompi berwarna oranye dan terborgol, serta dikawal aparat. Namun tersangka tersebut tampak hanya sebentar ditampilkan dan setelah itu konferensi pers pun berlanjut.

Jejak Adrian di PT Radhika Persada Utama dan PT Putra Radhika Investama

Yuliana menerangkan, dalam proses penetapan hukum, penyidik OJK berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam menjerat tersangka dengan Pasal 46 juncto Pasal 16 ayat (1) Bab IV Undang-Undang Perbankan, dan Pasal 305 ayat (1) juncto Pasal 237 huruf (a) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) juncto Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

“Dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 10 tahun,” ucap dia dalam konferensi pers. 

Kemudian Yuliana menuturkan, tersangka melakukan penghimpunan dana masyarakat tanpa izin  pada Januari 2022 hingga Maret 2024 lalu. Adrian pun diduga menggunakan PT Radhika Persada Utama dan PT Putra Radhika Investama sebagai special purpose vehicle untuk menghimpun dana ilegal dengan mengatasnamakan PT Investree Radhika Jaya atau Investree.

“Dana tersebut kemudian digunakan antara lain untuk kepentingan pribadi. Selama tahap penyidikan, kami menilai tersangka tidak kooperatif dan justru diketahui berada di Doha, Qatar,” ujar dia.

“Saat ini tersangka merupakan tahanan OJK yang kemudian akan dititipkan di Rutan Bareskrim (Badan Reserse Kriminal) Polri untuk proses hukum lebih lanjut. OJK juga terus berkoordinasi dengan Bareskrim Polri terkait laporan-laporan korban yang lain yang masuk ke Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya,” jelas Yuliana.

Di samping itu, dalam sebuah keputusan pada 31 Januari 2024, Adrian mengundurkan diri dari jabatan CEO. Lantas dalam surat resmi yang sama, Co-Founder/Director Investree Singapore Pte. Ltd., Kok Chuan Lim menyatakan Investree Indonesia tak berafiliasi dengan PT Putra Radhika Investama, PT Radhika Persada Utama, atau perusahaan atau perorangan lainnya.

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan Bloomberg Technoz, dilansir Jumat (26/9/2025), PT Putra Radhika Investama (PRI) dan PT Radhika Persada Utama (RPU) diduga terafiliasi dengan Adrian Asharyanto Gunadi. Dia merupakan pemilik saham PT PRI, berdiri dengan Surat Keputusan tanggal 2 Februari 2022, bersama dengan Alan Perdana Putra lewat porsi 50:50.

Selanjutnya, PT Radhika Persada Utama dimiliki oleh Radhika Investama, Equintra, Andalan Dana Investama, dan Genio Yudha Wibowo. Adrian menjabat sebagai direktur di PT RPU, dengan Arifin Hudaya sebagai komisaris utama.

(lav)

No more pages