Cadangan penyangga energi merupakan cadangan di luar cadangan operasional yang disediakan.
“Cadangan penyangga energi digunakan untuk mengatasi kondisi krisis dan darurat energi,” dikutip dari beleid tersebut.
Di sisi lain, cadangan penyangga energi disediakan secara bertahap sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
Sementara itu, jumlah cadangan peyangga energi ditetapkan dengan mempertimbangkan jumlah konsumsi per jenis energi, jumlah impor per jenis energi dan kemampuan keuangan negara.
“Waktu cadangan peyangga energi ditetapkan dengan mempertimbangkan jumlah cadangan peyangga energi yang harus dipenuhi dan kemampuan keuangan negara,” tulis PP tersebut.
Lewat beleid yang sama, pemerintah menargetkan penurunan peran minyak dan batu bara dalam bauran energi primer nasional secara agresif pada 2030, sebelum perlahan makin ditekan hingga level minimal pada 2060.
Di dalam beleid tersebut, pengurangan penggunaan minyak bumi dalam bauran energi primer nasional ditargetkan mencapai 22,4%—26,3% pada 2030; 14,3%—15,9% per 2040; 8,7%—8,8% per 2050; dan 3,9%—4,7% per 2060.
Sebagai gambaran, berdasarkan data yang dirangkum CEIC, konsumsi minyak bumi Indonesia mencapai rerata 1,6 juta barel per hari (bph) atau 592 juta barel per tahun (bpt).
Adapun, konsumsi energi final Indonesia mencapai 989,9 juta barel setara minyak (bsm), didominasi oleh bahan bakar minyak (BBM).
Batu Bara
Di sisi lain, PP KEN juga memuat target pengurangan peran batu bara dalam bauran energi primer nasional sebesar 40,7%—41,6% pada 2030, 28,9%—31% per 2040, 19,1%—20,9% per 2050, dan 7,8%—11,9% per 2060.
Konsumsi batu bara Indonesia, menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mencapai 788 juta ton per 2024; terdiri dari 233 juta ton untuk kebutuhan industri dan 48 juta ton untuk stok domestik.
Produksi nasional mencapai rekor 836 juta ton, melampaui target yang ditetapkan pemerintah sebanyak 710 juta ton.
Target penurunan peran energi fosil dalam bauran energi primer telah lama menjadi pekerjaan rumah (PR) pemerintah, terutama seiring dengan terus melesetnya target bauran energi baru terbarukan (EBT) dari tahun ke tahun.
Dalam perkembangan terakhir, Kementerian ESDM telah menurunkan target EBT dalam bauran energi primer nasional pada 2025, dari 23% menjadi antara 17%—20%.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan perubahan target tersebut menyesuaikan dengan trayektori PP KEN.
Eniya tidak menampik mencapai target awal bauran EBT sebesar 23% akan sulit direalisasikan pada tahun ini. Terlebih, pada 2024 saja, capaian EBT dalam bauran energi nasional hanya 14,68% dari seharusnya 19,5%.
"Dalam satu tahun ini kita akan berusaha untuk paling tidak mencapai target sesuai KEN [yaitu bauran EBT sebesar] 20%, sedangkan target di versi rendahnya KEN itu 17% pada 2025," ucap Eniya di sela rapat dengan Komisi XII DPR RI, medio Februari.
Target pengurangan pemakaian minyak bumi dalam PP KEN:
- 2030 : 22,4%—26,3%
- 2040 : 14,3%—15,9%
- 2050 : 8,7%—8,8%
- 2060 : 3,9%—4,7%
Target pengurangan peran batu bara dalam PP KEN:
- 2030 : 40,7%—41,6%
- 2040 : 28,9%—31%
- 2050 : 19,1%—20,9%
- 2060 : 7,8%—11,9%
Target pemanfaatan gas bumi dalam PP KEN:
- 2030 : 12,9%—14,2%
- 2040 : 16,7%—16,8%
- 2050 : 17,1%—17,3%
- 2060 : 14,4%—15,4%
(naw)


























