Sanksinya cukup berat: kepemilikan pribadi bisa berujung 5 tahun penjara dan denda 5 kali nilai barang yang disita. Untuk impor dan penyelundupan, ancamannya mencapai 10 tahun penjara. Penjualan dan distribusi bisa dijatuhi hukuman hingga 10 tahun penjara serta denda ฿500.000 atau setara Rp250 juta. Beberapa wisatawan dilaporkan pernah didenda hingga dideportasi akibat pelanggaran ini.
Singapura
Singapura dikenal sebagai negara dengan regulasi ketat terhadap vape. Sejak 2014–2015, aturan pelarangan diperkuat, mencakup impor, penjualan, kepemilikan, hingga penggunaan.
Sanksinya sangat jelas: kepemilikan atau penggunaan vape dapat didenda hingga SGD 2.000 (sekitar Rp25 juta). Bagi pelaku impor atau penjual, ancaman denda mencapai SGD 10.000 (Rp125 juta) dan/atau hukuman penjara enam bulan untuk pelanggaran pertama. Jika diulangi, denda bisa melonjak hingga SGD 20.000 (Rp250 juta) dengan hukuman penjara 12 bulan.
Pada 2023, tercatat hampir 8.000 pelanggar ditindak. Terbaru, pada Agustus 2025, pemerintah mengumumkan kampanye “Bin the Vape” yang memungkinkan masyarakat menyerahkan vape secara sukarela tanpa dikenakan denda.
Vietnam
Vietnam resmi melarang vape mulai 1 Januari 2025. Aturan tersebut mencakup produksi, impor, penjualan, distribusi, dan penggunaan.
Sanksinya dibagi dua kategori. Untuk penggunaan pribadi, pelanggar bisa didenda hingga 2 juta dong (Rp1,2 juta). Sementara itu, pelanggaran berat seperti impor, produksi, atau distribusi dapat dijatuhi denda 3 miliar dong (Rp1,7 miliar) atau hukuman penjara hingga 15 tahun, bergantung pada tingkat pelanggaran.
Brunei
Brunei menetapkan vape sebagai produk tiruan tembakau yang dilarang berdasarkan Tobacco Order 2005. Aturan ini melarang penjualan, impor, dan penggunaan di area publik tertentu.
Bagi yang melanggar, sanksinya cukup besar. Menggunakan vape di tempat terlarang akan didenda BND 300 (Rp3,8 juta) untuk pelanggaran pertama dan BND 500 (Rp6,3 juta) untuk berikutnya. Impor dan penjualan bisa dikenai denda BND 5.000 (Rp63 juta) hingga BND 10.000 (Rp127 juta), dengan ancaman hukuman penjara jika tidak membayar.
Laos
Laos melarang vape sejak Juli 2018, meski penegakan aturannya bervariasi antarwilayah. Kepemilikan atau penggunaan vape bisa berujung denda hingga 2 juta kip (Rp1,5 juta) atau hukuman penjara 6–12 bulan.
Sejumlah turis dilaporkan pernah dikenakan denda antara 200 ribu hingga 5 juta kip, menunjukkan bahwa aturan benar-benar ditegakkan dengan ketat di beberapa lokasi.
Kamboja
Kamboja juga melarang penjualan, impor, dan penggunaan vape. Namun, detail sanksi dan tahun larangan belum sepenuhnya jelas dipublikasikan. Meski begitu, pemerintah sudah menegaskan bahwa produk ini dilarang beredar, baik di pasar domestik maupun di kalangan turis.
Alasan Pelarangan Vape di Asia Tenggara
Langkah tegas melarang vape tidak lepas dari berbagai pertimbangan kesehatan dan sosial. Salah satu alasan utama adalah mencegah remaja dari kecanduan nikotin. Vape sering dipasarkan dengan rasa buah atau manis, yang membuatnya menarik bagi generasi muda.
Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa vape tetap mengandung bahan berbahaya yang bisa merusak paru-paru. Kasus penyakit paru terkait penggunaan vape pernah mencuat di beberapa negara, memicu kekhawatiran global.
Pemerintah di kawasan ASEAN juga ingin menekan peredaran produk tembakau ilegal. Tanpa regulasi ketat, produk vape bisa masuk tanpa pengawasan, berpotensi menimbulkan risiko kesehatan lebih besar karena tidak jelas kandungan kimianya.
Dampak Larangan terhadap Masyarakat dan Wisatawan
Larangan vape tidak hanya memengaruhi warga lokal, tetapi juga turis asing. Thailand dan Laos, misalnya, telah mencatat sejumlah kasus wisatawan yang ditindak akibat membawa vape. Beberapa turis harus membayar denda besar atau bahkan dideportasi.
Sementara itu, di Singapura, kampanye edukasi dilakukan secara masif agar masyarakat memahami bahaya vape. Pemerintah tidak hanya menegakkan aturan, tetapi juga memberi kesempatan warga menyerahkan vape tanpa takut dikenakan sanksi.
Bagi masyarakat umum, larangan ini mendorong perubahan perilaku. Mereka yang terbiasa menggunakan vape harus mencari alternatif lain atau berhenti total. Meski menimbulkan pro dan kontra, kebijakan ini dianggap sebagai langkah penting untuk melindungi kesehatan publik.
Tren Regulasi Vape Global
Langkah yang diambil negara-negara ASEAN sejajar dengan tren global. Beberapa negara di Eropa dan Timur Tengah juga sudah menerapkan aturan ketat terhadap vape. Meski ada negara yang masih mengizinkan dengan regulasi tertentu, tren pelarangan semakin meluas seiring meningkatnya kekhawatiran terhadap dampak kesehatan.
Kawasan Asia Tenggara sendiri memiliki karakteristik unik, dengan populasi muda yang besar dan pasar tembakau alternatif yang berkembang pesat. Tanpa regulasi, risiko penyalahgunaan vape di kalangan remaja bisa semakin tinggi.
Larangan vape di beberapa negara ASEAN menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga kesehatan masyarakat. Thailand, Singapura, Vietnam, Brunei, Laos, dan Kamboja telah menerapkan aturan tegas dengan sanksi yang beragam, mulai dari denda ringan hingga hukuman penjara.
Meski kebijakan ini menuai perdebatan, langkah tersebut sejalan dengan tujuan utama: melindungi generasi muda dari kecanduan nikotin serta menekan dampak negatif produk tembakau alternatif. Bagi wisatawan, sangat penting memahami aturan ini agar tidak terjerat masalah hukum saat berkunjung ke negara-negara tersebut.
Dengan semakin banyak negara yang mengambil sikap keras, masa depan vape di kawasan ASEAN tampaknya akan semakin terbatas. Tren global menunjukkan bahwa regulasi ketat terhadap produk ini akan terus berkembang, demi kesehatan masyarakat secara luas.
(seo)






























