Menurut Baudelet, Eramet memang tengah menjajaki sejumlah kemungkinan kerja sama dengan berbagai pihak di industri smelter HPAL. Untuk itu, dirinya membuka peluang korporasi akan berinvestasi pada smelter HPAL di Indonesia.
“Jadi, jelas, ya, ada pabrik HPAL di Teluk Weda. Itu adalah pabrik Huayou. Jadi, jika ada kesempatan, mungkin kami akan melakukannya. Akan tetapi, kami berbicara dengan banyak orang karena, seperti yang saya katakan sebelumnya, Eramet ingin terus berada di Indonesia dan melihat proyek-proyek potensial lainnya,” pungkas dia.
Sebelumnya beredar kabar bahwa Danantara dan Eramet SA sedang menjajaki kemungkinan kerja sama untuk berinvestasi di pabrik nikel.
Mengutip Bloomberg, Danantara dan Eramet berencana untuk mengakuisisi saham di pabrik pengolahan nikel dengan metode asam bertekanan tinggi di Kawasan Industri Teluk Weda, Provinsi Maluku Utara, Indonesia.
Pabrik tersebut mayoritas dimiliki oleh perusahaan China Zhejiang Huayou Cobalt Co. dan memproduksi jenis nikel yang digunakan untuk membuat baterai kendaraan listrik.
Perusahaan tambang asal Prancis tersebut sebelumnya telah hengkang dari megaproyek smelter hidrometalurgi Sonic Bay di kawasan industri Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) dipicu oleh sudah banyaknya proyek di tempat yang sama.
Eramet mengumumkan keputusan hengkangnya dari proyek pabrik bahan baku baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) itu dalam sebuah pernyataan resmi.
“Eramet dan BASF memutuskan untuk tidak berinvestasi pada pabrik penyulingan nikel dan kobalt bersama di Indonesia,” tegas perusahaan melalui pernyataan tertulisnya, pertengahan tahun lalu.
Sekadar catatan, sebelumnya Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi juga mengatakan terdapat 2 smelter nikel berbasis HPAL yang sedang dibangun di Teluk Weda, Maluku Utara; terlepas dari hengkangnya 2 investor Eropa —BASF SE dan Eramet SA — di proyek Sonic Bay.
(azr/wdh)






























