Dengan biaya sewa harian mulai dari Rp39.000 untuk motor ECGO dengan dua baterai, kata William, pengemudi ojol dapat mengisi daya di rumah atau menukar baterai di stasiun penukaran ECGO. Sehingga dapat menekan biaya operasional.
Pengemudi yang menggunakan motor ECGO rata rata memperoleh pendapatan tambahan sekitar Rp1,2 juta per bulan dibandingkan pengguna motor dengan bahan bakar fosil (bensin).
Selain itu, dengan teknologi protokol tertutup motor ECGO hanya dapat digunakan dengan baterai ECGO dan menjamin permintaan penyewaan berkelanjutan.
Perusahaan juga akan mendapatkan pendapatan signifikan dari layanan perangkat lunak, di mana dealer menggunakan platform ECGO untuk memantau kendaraan, memproses pembayaran, dan mengelola risiko.
"Selain margin kotor hingga 40% dari penjualan motor dan baterai, bisnis penyewaan baterai akan menjadi sumber pendapatan jangka panjang yang stabil," ungkapnya.
Ia menuturkan, setiap pengemudi menghasilkan pendapatan bersih sekitar Rp1,8 juta per tahun untuk ECGO; jika lima tahun mendatang ada satu juta pengemudi aktif, hanya dari biaya platform perusahaan dapat meraih pendapatan bersih Rp1,8 triliun per tahun.
Saat ini, diketahui permintaan motor ECGO melebihi pasokan, dengan lebih dari 70.000 pengemudi sudah mendaftar dalam daftar tunggu.
Setelah akuisisi ini, KRYA berencana melakukan Penawaran Umum Terbatas (Right Issue) untuk menghimpun dana Rp200–300 miliar guna mendukung ekspansi ECGO pada 2026, dengan target penjualan gabungan 55.000 unit di pasar ojol dan non-ojol.
William Teng optimistis bahwa kebijakan subsidi 2023–2024 dilanjutkan, dalam lima tahun ke depan motor listrik dapat menyumbang lebih dari 30% penjualan motor di Indonesia, dengan ECGO menguasai lebih dari 15% pangsa pasar.
"Hal ini akan membantu pemerintah menghemat subsidi BBM, mengurangi emisi karbon, meningkatkan kualitas udara Jakarta, dan mendukung target netral karbon Indonesia pada 2060," pungkasnya.
(lav)






























