Institute for Development of Economics and Finance (Indef), misalnya, Kepala Center of Industry, Trade and Investment Andri Satrio Nugroho turut mempertanyakan keabsahan data tersebut.
Andi menilai jika data tersebut tidak mencerminkan kondisi nyata di lapangan dan dianggap sebagai bentuk anomali yang perlu dipertanyakan lebih lanjut.
"Apakah pertumbuhan ekonomi Indonesia ini bisa kita kategorikan sebagai anomali? Jangan-jangan memang ada semacam window dressing [semata peningkatan kinerja]," jelas Andri dalam sebuah diskusi, kemarin.
Senada, Ekonom sekaligus Direktur Segara Research Institute, Piter Abdullah juga turut menilai angka tersebut perlu dikaji lebih dalam, dengan alasan lagi-lagi "tidak sejalan dengan sejumlah indikator utama lain yang justru menunjukkan pelemahan."
"Ketika melihat indikator seperti konsumsi rumah tangga yang melambat, penerimaan pajak, terutama PPN yang menurun, dan indeks PMI yang juga melemah, hasil pertumbuhan ini agak membingungkan,” kata Piter.
Piter juga menyoroti kenaikan tajam Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi fisik, yang disebut sebagai pendorong utama pertumbuhan.
Menurut dia, lonjakan PMTB hingga 6,6% secara tahunan sulit dijelaskan jika dikaitkan dengan pelemahan persepsi pelaku usaha yang tergambar dari PMI Manufaktur.
“PMI itu kan cerminan dari ekspektasi pelaku usaha ke depan. Ketika mereka pesimis, logikanya mereka akan menahan ekspansi. Tapi di data BPS justru PMTB melonjak, ini jadi janggal,” tambahnya.
- Dengan asistensi Dovana Hasiana
(lav)






























