Walhasil, setiap gangguan operasional yang terjadi di raksasa penambang pelat merah Cile itu akan berdampak langsung ke pasokan tembaga dunia.
Dia pun berpendapat jika tambang El Teniente milik Codelco berhenti produksi dalam jangka waktu panjang, pasar akan tersentil sentimen negatif berupa kekhawatiran soal defisit pasokan tembaga dunia yang berpotensi mengkerek harga dan membuat pasar volatil.
“Selain itu juga muncul risiko geopolitik dan ketidakstabilan suplai tembaga karena di belahan dunia lain China juga sedang mengalami penurunan cadangan dan produksi dalam negeri,” tegas dia.
Walakin, dia memprediksi permintaan tembaga global masih kuat untuk jangka menengah hingga panjang. Hal tersebut didorong kebutuhan sektor energi bersih, elektrifikasi kendaraan, pembangunan infrastruktur, hingga teknologi militer.
Sementara itu, dalam jangka pendek, kecelakan di tambang milik Codelco dapat membuat sentimen buruk bagi pasar tembaga global.
“Ditambah lagi berbagai kebijakan Amerika Serikat yang sering menimbulkan gejolak pasar komoditas global, termasuk tembaga,” pungkasnya.
Dihubungi secara terpisah, analis Komoditas dan Founder Traderindo Wahyu Laksono memprediksi insiden di tambang Codelco berpotensi mengkerek harga tembaga dunia di atas US$10.000/ton.
Bahkan, dia meramalkan harga tembaga bisa menembus US$12.000/ton dalam beberapa tahun ke depan jika insiden El Teniente menyebabkan defisit pasokan tembaga dunia.
“Tembaga telah berada dalam tren kenaikan jangka panjang yang kuat sejak awal 2021, dengan koreksi yang sehat. Harga saat ini berada di level yang signifikan. Insiden Codelco memberikan dorongan bullish tambahan pada pasar yang sudah memiliki fundamental kuat,” kata Wahyu ketika dihubungi, Senin (4/8/2025).
Menurut Wahyu, dalam beberapa pekan ke depan harga tembaga berpotensi melonjak ke level US$9.719/ton dengan level resistensi terdekat di sekitar US$10.000/ton hingga US$10.200/ton.
“Akan ada volatilitas yang tinggi. Harga bisa melonjak tajam, tetapi juga bisa terkoreksi cepat jika ada berita klarifikasi dari Codelco mengenai skala dan durasi penghentian produksi, atau jika ada data ekonomi global yang kurang mendukung,” tegasnya.
Raksasa pertambangan Cile itu tengah bergulat dengan dampak kecelakaan mematikan di salah satu tambang bawah tanah terbesar di dunia.
Enam orang tewas dalam runtuhnya terowongan pada 31 Juli yang dipicu oleh gempa bumi di El Teniente, yang menyumbang lebih dari seperempat produksi Codelco.
Operasi bawah tanah dihentikan dan — dengan perusahaan meluncurkan penyelidikan atas penyebabnya — tidak jelas berapa lama penghentian ini akan berlangsung atau apakah akan memicu perubahan pada target produksi Codelco.
El Teniente memproduksi 356.000 ton tembaga tahun lalu, menjadikannya tambang tunggal terbesar Codelco. Volume tersebut setara dengan lebih dari sebulan impor tembaga olahan dari China.
Adapun, tembaga di London Metal Exchange (LME) diperdagangkan sebesar US$9.687/ton pagi ini atau naik 0,59% secara harian.
(azr/wdh)


































