Logo Bloomberg Technoz

Sebagai sekutu militer terdekat AS, Korsel bergerak cepat mengejar kesepakatan setelah negara-negara Asia seperti Jepang dan Indonesia menandatangani perjanjian serupa. Pemerintahan Presiden Lee Jae Myung yang baru berusia dua bulan sebelumnya sempat tertinggal karena gejolak politik dalam negeri.

Otoritas Seoul membenarkan bahwa tarif 15% yang disepakati juga berlaku untuk mobil, yang sempat menjadi titik krusial dalam negosiasi. Kesepakatan ini juga menghindarkan Korsel dari kewajiban membuka lebih lebar pasarnya untuk ekspor daging sapi dan beras asal AS — isu sensitif yang pernah memicu protes besar pada 2008. Namun, dalam pernyataannya, Trump mengindikasikan bahwa pertanian termasuk dalam perjanjian ini, meski tanpa rincian lebih lanjut.

Indeks saham Kospi sempat melemah hingga 0,2% setelah mencatat kenaikan di awal perdagangan, sementara nilai won menguat 0,4% ke posisi 1.388,69 per dolar.

“Kesepakatan ini menjadi sinyal positif bagi pasar dalam jangka pendek,” kata analis Mirae Asset Securities, Sang-Young Seo. “Namun, tren kenaikan akan bergantung pada kinerja laba korporasi dan indikator ekonomi utama AS.”

Meski demikian, sejumlah ketidakpastian masih membayangi Korsel. Risiko tarif tetap ada pada ekspor utama seperti semikonduktor, baterai, dan farmasi. Nilai tukar won juga sempat terguncang oleh laporan bahwa AS meminta mata uang itu diapresiasi — topik yang kemungkinan akan dibahas dalam pertemuan Menteri Keuangan Koo Yun-cheol dan Menteri Keuangan AS Scott Bessent, Kamis (31/7). Isu tentang kehadiran pasukan AS di Korsel dan tekanan Trump agar sekutu meningkatkan kontribusi pembiayaan militer juga masih menjadi bahan pembicaraan.

“Kesepakatan ini memberikan kelegaan langsung bagi eksportir dan pasar keuangan Korea,” tulis analis Bloomberg Economics, Hyosung Kwon dan Adam Farrar. “Namun, juga menimbulkan kekhawatiran atas risiko ekonomi dan strategis jangka panjang.”

Ekspor mencakup lebih dari 40% PDB Korsel tahun lalu, dengan surplus dagang besar terhadap AS. Gangguan pada ekonomi Korsel dapat berdampak luas ke rantai pasok global, mengingat peran vital negara tersebut dalam industri dunia.

Mobil, Energi

Pencantuman sektor otomotif menjadi kemenangan besar bagi Korsel karena mobil mencakup lebih dari seperempat ekspornya ke AS. Hyundai Motor Group, yang dipimpin oleh Executive Chair Chung Euisun, bahkan turut serta dalam fase akhir negosiasi di Washington. Perusahaan ini sangat bergantung pada produksi domestik, sehingga paling terancam oleh kebijakan tarif.

Trump juga menyebut bahwa Korsel sepakat untuk menerima produk AS seperti mobil, truk, dan hasil pertanian. Ini kemungkinan berarti bahwa Korea akan mengakui standar keselamatan kendaraan AS tanpa persyaratan tambahan.

Meski mobil dan suku cadangnya dikenai tarif lebih rendah, Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer mengatakan tarif diskon ini tidak berlaku bagi baja dan aluminium dalam kerangka kesepakatan dagang dengan Korea.

Korsel juga akan membeli produk energi AS, termasuk gas alam cair (LNG), senilai US$100 miliar dalam waktu tiga setengah tahun ke depan, menurut Lutnick. Tahun lalu, AS mengekspor sekitar 88 juta ton LNG, senilai US$50 miliar berdasarkan harga spot Asia saat ini.

Komitmen ini melengkapi janji Uni Eropa untuk membeli energi AS senilai US$750 miliar dalam tiga tahun — di tengah kekhawatiran mengenai kapasitas AS dalam memenuhi permintaan energi dari berbagai negara mitra.

Daging Sapi, Beras

Trump secara konsisten menekankan pentingnya investasi dan komitmen pembelian — terutama untuk minyak dan gas — dalam setiap perjanjian dagang.

Tarif 15% ini merupakan hasil negosiasi berbulan-bulan dan membantu Korsel — mitra dagang terbesar keenam AS — menghindari tarif 25% yang sedianya berlaku mulai 1 Agustus, bersamaan dengan sanksi dagang terhadap puluhan negara lainnya.

Negosiasi berjalan sangat sensitif bagi pemerintahan muda Presiden Lee, terutama soal akses AS ke pasar daging sapi dan beras — isu politik yang pernah mengguncang Korsel pada 2008.

“Presiden sangat menekankan pentingnya mencegah pembukaan lebih lanjut pasar pertanian dan peternakan kita, dengan mempertimbangkan sensitivitas politik dan konteks sejarahnya,” ujar Sekretaris Senior Kepresidenan, Kim Yong-beom.

Lee menyebut kesepakatan ini sebagai langkah penting untuk menghapus ketidakpastian bagi eksportir dan memperkuat daya saing Korsel. Dana US$350 miliar ini juga akan membantu perusahaan Korsel memasuki pasar AS, dengan US$150 miliar dialokasikan untuk industri galangan kapal — salah satu proposal utama Seoul dalam negosiasi.

“Kita telah melewati hambatan besar,” tulis Lee di Facebook. “Kesepakatan ini merupakan titik temu antara upaya AS membangkitkan industrinya dan komitmen kami memperkuat daya saing perusahaan Korea di pasar Amerika.”

Trump mengatakan bahwa Presiden Lee akan mengunjungi Washington dalam dua minggu ke depan untuk melakukan pertemuan bilateral.

Isu sensitif seperti data pemetaan presisi tinggi dan komoditas pertanian menjadi topik awal dalam negosiasi antara Menteri Perdagangan Korea Yeo Han-Koo dan Greer. Namun, seiring percepatan pembicaraan dalam beberapa pekan terakhir, Korea tetap mempertahankan sikap tegas dan berhasil mencegah konsesi tambahan, ujar Kim. Ia menegaskan bahwa tidak akan ada pembukaan pasar lebih lanjut untuk sektor-sektor tersebut.

Dengan kejelasan soal perdagangan, pembuat kebijakan Korsel kini bisa mengalihkan fokus untuk memulihkan ekonomi, yang tengah tertekan oleh konsumsi domestik yang lemah. Produk domestik bruto (PDB) Korsel kembali tumbuh pada kuartal lalu setelah kontraksi tipis pada periode sebelumnya.

Konsesi yang diberikan Lee cukup berisiko menggoyahkan masa bulan madunya di pemerintahan, terutama jika memicu kemarahan petani dan memecah koalisi politiknya. Kemenangan Lee dalam pemilu Juni lalu sempat memicu sentimen positif di kalangan pelaku usaha dan konsumen, serta mendorong indeks saham Korsel mencetak rekor tertinggi.

Korsel sejatinya sudah memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan AS, dan para raksasa industrinya telah berkomitmen investasi puluhan miliar dolar selama proses negosiasi berlangsung.

Menjelang tenggat 1 Agustus dari AS, sejumlah negara Asia berlomba mendapatkan kesepakatan yang lebih menguntungkan. Korsel berhasil menyamai kesepakatan Jepang dengan tarif 15%. Sementara itu, Indonesia dan Filipina masing-masing mendapatkan tarif 19%, dan Vietnam 20%. India belum mencapai kesepakatan dan akan dikenai tarif minimum 25%. Negosiasi dengan China — eksportir terbesar dunia — masih berlangsung, dengan gencatan dagang dijadwalkan berakhir 12 Agustus.

(bbn)

No more pages