Tahap Awal
Lebih lanjut, Rosan yang juga Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), menegaskan kesepakatan dengan AS untuk membangun 17 kilang modular tersebut masih dalam tahap pembahasan awal.
Dia pun tak menutup kemungkinan masih akan ada sejumlah perubahan rencana proyek kilang itu.
“Proses negosiasi ini kan detailnya juga masih berlangsung yang dipimpin oleh kantor Pak Menko [Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto], jadi ini juga masih berlangsung, dan kita tentunya ikut dalam proses itu untuk memastikan supaya juga berjalan dengan kriteria yang ada, misalnya contohnya di Danantara."
Dalam kesempatan itu, Rosan juga mengonfirmasi 17 kilang modular yang akan dibangun direncanakan untuk mengolah minyak mentah yang akan diimpor dari Negeri Paman Sam.
Menurut Rosan, minyak mentah yang diimpor dari AS memiliki karakteristik yang berbeda dengan minyak mentah yang biasa diolah di Tanah Air.
Dengan begitu, kilang modular tersebut akan dirancang untuk memiliki spesifikasi yang menyesuaikan karakteristik minyak mentah AS.
Rosan menjelaskan langkah tersebut menjadi bagian dari kesepakatan negosiasi tarif dengan AS. Terlebih, sebelumnya pemerintah berkomitmen mengimpor minyak mentah (crude), impor gas minyak cair atau liquified petroleum gas (LPG), hingga bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin senilai total US$15 miliar.
“Karena kalau kita lihat salah satu di dalam kesepakatan itu kan kita akan melakukan impor dari crude oil ke Indonesia, yang tentunya kan itu perlu ada refinery.”
Sumber Reuters sebelumnya melaporkan Danantara berniat meneken kontrak rekayasa, pengadaan, dan konstruksi (EPC) senilai US$8 miliar dengan perusahaan AS, KBR Inc. (sebelumnya Kellogg Brown & Root), untuk membangun 17 kilang modular.
Informasi tersebut didapatkan dari presentasi resmi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dalam kaitannya dengan kesepakatan dagang usai penurunan tarif bea masuk dari 32% menjadi 19% yang diberikan terhadap komoditas ekspor RI ke AS.
(azr/wdh)


































