Logo Bloomberg Technoz

"Impor kemungkinan akan terus menurun karena pembangkit listrik China harus memprioritaskan komitmen perdagangan jangka panjang dengan penambang domestik," kata lembaga penetapan harga lokal cqcoal.com, yang menyebut adopsi energi terbarukan yang cepat dan permintaan industri yang melemah sebagai faktor penekan harga.

Hal ini menjadi masalah khusus bagi eksportir Indonesia. Selama tiga tahun terakhir, China meningkatkan impor lignit, atau batu bara coklat, dari negara Asia Tenggara tersebut, mencampurnya dengan kualitas yang lebih tinggi untuk digunakan di pembangkit listrik.

Namun, jatuhnya harga domestik ke level terendah dalam empat tahun terakhir memungkinkan perusahaan utilitas untuk mendapatkan pasokan berkualitas lebih baik dengan harga lebih murah.

Selain itu, pemerintah Indonesia sedang mempertimbangkan pungutan ekspor batu bara, yang akan mengurangi daya tarik bahan bakar tersebut bagi pembeli di China.

Beberapa kelonggaran terhadap kelebihan pasokan domestik mungkin akan terjadi. Beijing memperingatkan bahwa mereka mungkin akan menutup tambang batu bara yang terbukti memproduksi di atas batas yang diizinkan. Tanda terbaru bahwa regulator serius dalam mengendalikan kelebihan kapasitas di berbagai industri.

Sementara itu, impor batu bara kokas China untuk baja turun 7,7% secara year-on-year (yoy) menjadi 9,1 juta ton. Meski begitu, angka ini 23% lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya.

Akibat pengiriman batu bara Australia terdampak gangguan cuaca, permintaan yang relatif stabil justru menguntungkan pemasok batu bara berkualitas tinggi lainnya bagi China, terutama Mongolia dan Kanada.

Namun, prospek industri baja China yang terpuruk masih belum pasti. Meski margin di pabrik membaik—mendukung konsumsi bahan baku seperti bijih besi dan batu bara—upaya China untuk mengurangi kapasitas baja pada akhirnya akan melemahkan pasar bahan baku untuk tungku baja.

(bbn)

No more pages