Logo Bloomberg Technoz

Ketika ditanya mengenai volume pembelian minyak dalam kerja sama tidak terikat tersebut, Simon mengaku belum membahasnya lebih detil.

“[Volume] masih belum, masih secara umum saja. Akan tetapi, berarti semangat yang mendasari adalah untuk tetap menjalin kerja sama yang baik,” ucapnya.

Keputusan volume ataupun nilai kerja sama tersebut nantinya akan diambil sejalan dengan rencana pemerintah, khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Pertimbangan RI

Ditemui terpisah di sela agenda yang sama, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengatakan MoU tersebut akan menjadi pertimbangan RI dalam negosiasi tarif dengan Negeri Paman Sam. 

“MoU itu kan akan menjadi pertimbangan bagaimana kita negosiasi tarif. Kalau MoU ya kita lihat implementasinya. Kan belum selesai, belum final kan [negosiasi tarifnya],” kata Yuliot.

Dia menegaskan hingga saat ini Kementerian ESDM masih menunggu hasil negosiasi antara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dengan AS. Menurutnya, pemerintah telah berkomitmen mengalokasikan anggaran untuk impor migas demi penurunan tarif resiprokal 32%.

Adapun, ketiga MoU business to business (B2B) tersebut sebelumnya dilakukan Pertamina—melalui anak usahanya PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) — dan ExxonMobil Corp., KPI dan KDT Global Resource LLC., serta KPI dan Chevron Corp.

Saat dimintai konfirmasi, Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso mengungkapkan MoU tersebut mencakup rencana kerja sama berupa penyediaan atau pengadaan feed stock minyak mentah untuk ketahanan energi nasional.

“Kerja sama berupa optimalisasi penyediaan feed stock atau minyak mentah untuk ketahanan energi nasional kami, serta potensi kerja sama lainnya terkait dengan sektor kilang [di] hilir [migas],” kata Fadjar saat dihubungi, Rabu (9/7/2025).

Kemarin, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan pemerintah tidak bakal mengesekusi impor migas senilai US$15,5 miliar dari AS jika perundingan tarif tidak menguntungkan Indonesia.

Bahlil membeberkan pemerintah telah mengalokasikan kuota impor migas dari AS sekitar US$10 miliar sampai dengan US$15 miliar sebagai bagian dari perundingan tarif.

“Kalau tarifnya juga diturunkan, tetapi kalau enggak, berarti kan enggak ada deal dong,” kata Bahlil ditemui di Kompleks Parlemen, Senin (14/7/2025). 

Ihwal kemungkinan rencana impor migas AS tidak diesekusi, Bahlil mengatakan keputusan itu bakal diambil menyusul hasil perundingan dagang bersama dengan pemerintah AS akhir bulan ini.

“Nanti kita lihat lagi ya. Kemarin saya belum tahu perkembangan terakhir, karena yang akan ngomong itu adalah Pak Menko [Airlangga Hartarto] sebagai ketua delegasi,” kata Bahlil.

Sekadar catatan, pemerintah berencana mengimpor migas senilai US$15,5 miliar, atau jauh melebihi estimasi Kementerian ESDM sebelumnya di kisaran US$10 miliar, sebagai bagian dari penawaran RI dalam upaya negosiasi untuk menurunkan tarif resiprokal sebesar 32% yang digalakkan Trump.

Jika dibandingkan dengan total nilai impor migas RI dari AS senilai US$2,49 miliar pada 2024, angka tersebut juga terpaut sangat jauh.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor migas Indonesia sepanjang 2024 mencapai US$36,27 miliar. Postur impor itu berasal dari pembelian minyak mentah sekitar US$10 miliar dan hasil migas sebesar US$25,92 miliar.

Di sisi lain, kuota impor minyak mentah Indonesia dari AS terbilang kecil dibandingkan dengan realisasi impor sepanjang 2024. Indonesia mengimpor minyak mentah dari AS sekitar US$430,9 juta pada periode tersebut.

Sebagian besar impor minyak mentah Indonesia berasal dari  Arab Saudi, Angola, Nigeria hingga Australia. Sementara itu, impor BBM kebanyakan berasal dari kilang di Singapura.

(wdh)

No more pages