“Jadi kalaupun ada gangguan seperti kemarin dalam dua hari bisa US$93/barel, tidak usah takut. Itu akan kembali,” ujarnya.
Dia mencontohkan sejak terjadi invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, kenaikan harga minyak dunia tidak pernah meningkat tajam.
Rudi menuturkan harga minyak sejak 2022 hingga 2025 sebetulnya justru berada dalam tren penurunan. Tensi geopolitik yang terjadi tiba-tiba dalam beberapa tahun belakangan terbukti tidak mampu mengangkat harga minyak terlalu tinggi dalam jangka waktu panjang.
Meskipun pernah mencapai angka US$93/barel, kata dia, anomali sesaat tersebut itu merupakan imbas permainan atau spekulasi dari para pedagang (trader) minyak.
“Namun, kenyataannya, walaupun sekarang kita masih takut dengan Selat Hormuz yang akan ditutup, kalau itu terjadi mungkin ini akan jadi masalah, tetapi itu pun akan jadi spike doang. Karena secara supply and demand, kita memiliki jumlah minyak di dunia ini lebih daripada cukup,” jelasnya.
Pemerintah memproyeksikan ICP dalam asumsi makro 2026 berada di rentang US$60—US$80 per barel.
Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, perkiraan harga minyak mentah Indonesia pada 2026 tersebut merujuk pada publikasi Badan Administrasi Informasi Energi AS atau Energy Information Administration (EIA) dan polling Reuters.
“Di mana proyeksi harga minyak mentah Brent pada 2026 rata-rata US$63/barel dan WTI [West Texas Intermediate] rata-rata US$59/barel,” kata Bahlil dalam paparannya di Komisi XII DPR RI, Rabu (2/7/2025).
Atas estimasi tersebut, berdasarkan KEM-PPKF 2026, harga ICP sesuai hasil rapat koordinasi antarkementerian/lembaga (K/L) dan Bank Indonesia pada 6 Mei 2025 pada 2026 dipetakan di rentang US$60—US$80 per barel.
Sekadar catatan, ICP dalam APBN 2025 ditetapkan sebesar US$82/barel dengan realisasi sampai dengan Mei di level US$70,05/barel. Adapun, sampai dengan akhir tahun ini, ICP diestimasikan berada di rentang US$65—US$80 per barel.
(mfd/wdh)






























