Insiden keselamatan dari pihak lain juga menghentikan operasional selama 27 hari di dua lokasi tambang utama. Pada saat yang sama, penurunan aktivitas operasional oleh klien di Indonesia dan Australia juga berkontribusi terhadap penurunan volume produksi secara keseluruhan.
Gangguan operasional sepanjang kuartal berdampak signifikan terhadap kinerja produksi, dengan volume overburden removal turun 26% yoy menjadi 101 juta BCM dan produksi batu bara turun 17% menjadi 18 juta ton. Penurunan volume ini membuat pendapatan merosot 17% menjadi US$352 juta.
Selain penurunan produksi, biaya ramp-up, yang sebagian besar bersifat tetap, di lokasi-lokasi pertumbuhan Grup, juga menekan profitabilitas, dan berkontribusi pada penurunan EBITDA sebesar 82% menjadi US$14 juta. Akibatnya, Grup mencatatkan rugi bersih sebesar US$70 juta pada kuartal ini, dibandingkan kerugian sebesar US$19 juta pada periode yang sama tahun lalu.
Meski demikian, Iwan mengklaim berbagai upaya dilakukan untuk melakukan perbaikan pada kuartal II-2025. Dia mengaku perbaikan kinerja ditandai dengan peningkatan produktivitas alat, meskipun masih ada tantangan dari cuaca ekstrem.
Selain itu, produksi di lokasi ramp-up utama Grup mengalami kemajuan, dan PT Persada Kapuas Prima (PKP) telah mulai beroperasi pada Juni, yang diharapkan dapat berkontribusi pada pemulihan volume pada kuartal II-2025.
(art/ros)






























