Logo Bloomberg Technoz

“Perang akan berakhir begitu tujuan tercapai. Kami tidak akan mengakhirinya terlalu cepat, tapi juga tidak akan memperpanjangnya secara tidak perlu,” ujarnya dalam konferensi pers Minggu malam.

Sebelum AS terlibat langsung, Netanyahu sudah menetapkan 3 tujuan utama: menghentikan program nuklir Iran, melumpuhkan kemampuan rudal balistiknya, serta memutus dukungan Teheran terhadap milisi anti-Israel seperti Hamas, Hezbollah di Lebanon, dan Houthi di Yaman.

Namun bagi sejumlah pengamat, tujuan itu terdengar terlalu luas dan bisa memperpanjang konflik yang telah menelan biaya miliaran dolar dan memaksa warga sipil masuk ke bunker setiap hari.

“Kita harus berterima kasih kepada Presiden AS. Tapi sekarang saatnya memaksa gencatan senjata, bukan 2 minggu lagi, bukan bulan depan — sekarang,” tulis kolumnis Nahum Barnea dari harian Yedioth Ahronoth.

Komando pertahanan dalam negeri Israel melaporkan bahwa ratusan rudal balistik Iran telah memaksa sekitar 10.000 warga Israel mengungsi dari rumah mereka dalam sepekan terakhir.

Kekhawatiran akan eskalasi dan perang berkepanjangan membuat sejumlah analis mendesak penghentian operasi militer saat ini.

Namun penasihat senior Netanyahu, Caroline Glick, menilai justru kemampuan Iran untuk menyerang balik adalah alasan utama perang harus dilanjutkan.

“Tak ada yang berdiri sambil membawa stopwatch meminta perang diakhiri,” katanya via sambungan telepon. “Kami punya tujuan yang jelas dan sedang mencapainya. Publik memahami ini.”

Warga Israel berlindung di stasiun kereta api ringan bawah tanah di Ramat Gan, Israel, Rabu (18/6/2025). (Kobi Wolf/Bloomberg)

Kekhawatiran terbesar adalah Iran akan terus meluncurkan rudal-rudal balistik yang merusak infrastruktur seperti fasilitas listrik dan memaksa warga masuk ke bunker.

Perdebatan kini bergulir pada apakah kekuatan militer bisa benar-benar melumpuhkan Iran, ataukah saatnya memberi ruang bagi jalur diplomatik.

Beberapa analis televisi menyarankan jeda gencatan senjata bisa dicapai setelah seluruh target militer Iran berhasil dihantam.

Serangan Israel dalam setahun terakhir telah memperlemah proksi Iran seperti Hezbollah dan Hamas, yang oleh banyak negara termasuk AS diklasifikasikan sebagai kelompok teroris.

“Inilah waktunya mengakhiri perang di Iran, mengakhiri perang di Gaza, dan mulai menata kembali situasi dalam negeri,” kata mantan PM Israel Ehud Olmert dalam wawancara dengan Bloomberg TV.

Dia menilai Israel perlu “pulih dan membangun ulang semangat rakyat yang terkoyak oleh dua tahun konflik melawan Hamas dan Iran.”

Israel menargetkan sejumlah pimpinan militer Iran. (Bloomberg)

Sementara itu, sejumlah elite politik termasuk Netanyahu mulai menyuarakan kemungkinan bahwa perang terhadap Iran bisa mengarah pada perubahan rezim, meski tidak secara gamblang menyatakannya sebagai tujuan utama.

Namun banyak pihak di kawasan khawatir kekosongan kekuasaan di negara dengan 90 juta penduduk itu bisa memicu kekacauan seperti yang terjadi pasca-perang Irak dan Arab Spring.

“Kami berharap bisa memimpin proses yang membuat Iran semakin terisolasi,” ujar Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich dalam wawancara radio. “Bukan tak mungkin rezim di sana akan terguncang hingga ke titik keruntuhan.”

Namun banyak analis meyakini, keputusan akhir tetap berada di tangan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.

Hingga kini, belum ada sinyal jelas dari Teheran mengenai langkah lanjutan terhadap AS maupun nasib sekitar 400 kilogram uranium yang bisa diubah menjadi bom dan diyakini masih berada di tangan Iran.

Pada Senin, pemerintah Iran memperingatkan bahwa AS akan menghadapi “konsekuensi berat.”

Pengamat senior kawasan, Ehud Yaari, mengatakan di Channel 12 bahwa Khamenei bisa menggunakan uranium sebagai kartu tawar, tetapi posisi Iran tetap lemah.

“Khamenei harus memilih — apakah kembali ke meja perundingan dengan harapan Trump akan melunak, atau terus berperang dan akhirnya terpaksa bernegosiasi dalam kondisi yang jauh lebih buruk,” ujarnya.

(bbn)

No more pages