Logo Bloomberg Technoz

Sebelumnya, State Atomic Energy Corporation Rosatom atau Rosatom, perusahaan nuklir Rusia, mengajukan dua proposal pembangunan pembangit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia.

Proposal itu disampaikan Kepala Perwakilan Rosatom di Indonesia Anna Belokoneva dalam Pertemuan Sidang Komisi Bersama ke-13 antara Indonesia dan Rusia di Jakarta pada 14 April 2025 lalu.

Opsi pertama, perusahaan pembangkit nuklir asal Rusia itu mengajukan pembangunan PLTN modular atau small modular reactor (SMR) di daerah pedalaman dan PLTN dengan skala besar.

Untuk PLTN modular, Rosatom akan membangunnya di Kalimantan Barat dengan kapasitas 3x110 Megawatt (MW). Unit I akan dibangun pada 2032, unit II pada 2033, dan unit III dibangun pada 2035. Biaya rata-rata listrik atau levelized cost of energy (LCOE) dari pembangkit ini sekitar US$85/MWh sampai US$95/MWh.

Sementara itu, untuk PLTN skala besar, Rosatom akan membangun dua PLTN di Bangka Belitung dengan kapasitas 2x1.200 MW. Adapun, di Kalimantan Selatan dengan kapasitas yang sama yakni 2x1.200 MW. Dengan LCOE untuk dua pembangkit skala besar ini di rentang US$65 per MWh sampai dengan US$75 per MWh.

Rosatom berencana untuk membangun dua PLTN skala besar tersebut secara bertahap pada 2037 hingga 2040 untuk ke empat pembangkit nuklir tersebut, dibagi ke dalam empat tahapan.

Opsi kedua, Rosatom mengusulkan untuk membangun PLTN terapung di Kalimantan Barat dengan kapasitas 2x110 MW. PLTN tersebut akan dibangun pada 2030 dan 2031. Tarif listrik diperkirakan di rentang US$150 per MWh sampai dengan US$190 per MWh.

Selain itu, Rosatom juga mengusulkan untuk membangun dua PLTN skala besar di Bangka Belitung dan Kalimantan Selatan dengan kapasitas masing-masing 2x1.200 MW.

PLTN tersebut akan dibangun secara bertahap mulai pada 2037 untuk unit I, 2038 untuk unit II, 2039 untuk unit III, dan 2040 untuk unit IV. Rosatom mengajukan perkiraan tarif listrik untuk pembangkit yang disebut terakhir sekitar US$65 per MWh sampai dengan US$75 per MWh.

Kedua proposal pengembangan nuklir yang disampaikan Rosatom itu memiliki kapasitas terpasang mencapai 5 gigawatt (GW) sampai dengan 2040.

Namun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan belum menindaklanjuti penawaran dari enam negara, termasuk Rusia lewat State Atomic Energy Corporation Rosatom, yang telah menyerahkan proposal PLTN.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan kerja sama dengan sejumlah negara terganjal pembentukan Badan pelaksana Program Energi Nuklir atau Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO) yang tak kunjung rampung.

Eniya menjabarkan enam negara yang ingin membangun PLTN di RI yakni; Amerika Serikat (AS), Rusia, Denmark, Kanada, Inggris, dan China.

Enggak, kalau itu semua kita belum tindaklanjuti. Semua negara kami enggak melakukan ketertarikan. Jadi saya harus menunggu NEPIO. Kan kita harus memastikan ekosistemnya. Nanti akan ada regulatornya, pengawasnya, akan ada unsur penunjang, dan lainnya,” kata Eniya saat ditemui di Kompleks Parlemen, awal Mei.

(dov/wdh)

No more pages