Logo Bloomberg Technoz

Kondisi ini membuat kapal-kapal rentan terhadap serangan, baik dari ranjau laut maupun rudal yang diluncurkan dari darat. Pada 2024, hampir 16,5 juta barel minyak mentah dan kondensat per hari diangkut melalui selat ini dari Arab Saudi, Irak, Kuwait, UEA, dan Iran. Selat ini juga menjadi jalur penting untuk ekspor gas alam cair (LNG), terutama dari Qatar.

Selat Hormuz. (Sumber: Bloomberg)

Apakah Iran Bisa Menutup Selat Hormuz?

Secara hukum internasional, Iran tidak memiliki dasar untuk menutup jalur ini. Jika ingin melakukannya, Iran harus menggunakan kekuatan militer atau ancaman kekerasan. Militer Iran memang tidak mampu menghentikan seluruh lalu lintas kapal, namun bisa saja mengganggu pelayaran dengan kapal patroli cepat, drone, atau rudal.

Taktik serupa telah digunakan oleh kelompok Houthi yang didukung Iran di Yaman untuk mengganggu jalur pelayaran di Selat Bab el-Mandeb. Namun, upaya Iran kemungkinan besar akan dibalas secara keras oleh Armada Kelima AS dan pasukan angkatan laut Barat lainnya yang berpatroli di kawasan tersebut—yang jelas berada di atas angin dibanding kekuatan angkatan laut Iran.

Penutupan selat justru dapat menghantam ekonomi Iran sendiri, karena menghambat ekspor minyaknya. Tindakan ini juga berpotensi memicu kemarahan China, pembeli minyak utama Iran, sekaligus sekutu penting yang selama ini membantu Iran di Dewan Keamanan PBB.

Jejak Iran dalam Mengganggu Pelayaran

Iran telah lama menggunakan taktik gangguan terhadap kapal untuk menyuarakan ketidakpuasan atas sanksi atau sebagai alat tawar dalam konflik. Pada April 2024, sesaat sebelum meluncurkan serangan drone dan rudal ke Israel, Garda Revolusi Iran menyita kapal kargo yang terkait Israel di dekat Selat Hormuz. Awak kapal dibebaskan sebulan kemudian.

Pada April 2023, Iran menyita kapal tanker menuju AS, diduga sebagai balasan atas penyitaan kapal pembawa minyak Iran oleh otoritas AS di lepas pantai Malaysia. Pada Mei 2022, dua kapal tanker Yunani juga disita selama enam bulan, diduga sebagai balasan atas penyitaan kargo minyak Iran oleh otoritas Yunani dan AS.

Meski beberapa kali mengancam, Iran belum pernah benar-benar menutup Selat Hormuz. Bahkan pada masa puncak konflik dengan Irak (1980–1988), meski terjadi ratusan serangan terhadap kapal selama apa yang disebut “Perang Tanker”, selat tetap terbuka. Ancaman penutupan juga pernah disuarakan pada 2011 saat sanksi dijatuhkan terhadap Iran, namun tak pernah direalisasikan.

Respons AS dan Sekutu

Selama Perang Tanker, Angkatan Laut AS mengawal kapal-kapal melalui Teluk. Pada 2019, AS mengirim kapal induk dan pembom B-52 ke kawasan, serta membentuk Operasi Sentinel untuk melindungi pelayaran dari ancaman Iran. Kini, operasi itu dikenal sebagai International Maritime Security Construct yang melibatkan 10 negara termasuk Inggris, Arab Saudi, UEA, dan Bahrain.

Namun, sejak akhir 2023, fokus perlindungan pelayaran bergeser ke Laut Merah bagian selatan dan Selat Bab el-Mandeb akibat serangan Houthi. Pasukan gabungan pimpinan AS kini berupaya menjaga keamanan pelayaran di kawasan tersebut.

Negara Mana yang Paling Bergantung pada Selat Hormuz?

Arab Saudi merupakan eksportir minyak terbesar yang mengandalkan Selat Hormuz, meski masih memiliki jalur alternatif lewat pipa sepanjang 1.200 kilometer ke Laut Merah. UEA juga memiliki pipa ke pelabuhan Fujairah, memungkinkan ekspor 1,5 juta barel per hari tanpa melewati Hormuz.

Namun, semua ekspor minyak Irak saat ini harus melalui pelabuhan Basra, yang berarti seluruhnya melewati selat tersebut. Kuwait, Qatar, dan Bahrain juga tidak memiliki jalur alternatif.

Iran sendiri memiliki terminal ekspor minyak di Jask, di ujung timur selat. Fasilitas yang dibuka pada 2021 ini memungkinkan Iran menyalurkan sebagian kecil minyaknya tanpa melewati selat secara langsung, meski belum sepenuhnya optimal.

(bbn)

No more pages