Meski begitu, median grafik “dot plot” tetap menunjukkan akan ada dua kali pemangkasan suku bunga tahun ini. Sebanyak tujuh pejabat The Fed kini memperkirakan tidak akan ada pemangkasan pada tahun ini, sedangkan sepuluh pejabat lainnya memprediksi masih ada dua kali pemangkasan atau lebih pada 2025.
Reaksi pasar bercampur aduk di mana indeks saham S&P 500 ditutup melemah tipis bersama Dow Jones index, tapi Nasdaq naik 0,13%. Sedangkan yield 10Y US Treasury naik 0,2 bps, sementara tenor 2Y turun 1 bps.
Mood pasar yang masih mencerna berbagai sinyal baru di tengah eskalasi konflik Israel-Iran yang masih belum mereda, mungkin akan cenderung merugikan aset-aset di emerging market, termasuk valuta. Di Asia pagi ini, mata uang bergerak variatif di mana sebagian masih melemah seperti won, baht, dan dolar Singapura.
Namun, sebagian lagi bertahan di zona hijau seperti yen, yuan offshore, ringgit serta dolar Hong Kong.
Di pasar offshore, kontrak rupiah NDF bergerak di kisaran Rp16.345/US$ pagi ini, menguat tipis 0,07% dibanding kemarin. Level itu berselisih sempit dengan posisi penutupan rupiah spot kemarin di Rp16.300/US$, mengisyaratkan terjadinya pelemahan yang cenderung terbatas.
Sinyal BI Rate
Keputusan Dewan Gubernur Bank Indonesia menahan suku bunga acuan, BI rate, pada pertemuan Juni yang diumumkan kemarin, sudah sesuai ekspektasi pasar.
Rupiah tetap melemah kemarin, bersama indeks saham yang juga tertekan di zona merah. Namun, surat utang mencatat penurunan tingkat imbal hasil kemungkinan karena dorongan sinyal dovish yang banyak ditekankan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers kemarin.
Dalam pernyataannya, Perry bilang, BI akan terus mencari ruang penurunan BI rate lebih lanjut.
"Kami terus mencermati ruang penurunan suku bunga BI rate lebih lanjut. Mengapa demikian? Karena dasar pertimbangan untuk suku bunga adalah perkiraan inflasi tetap rendah tahun ini dan tahun depan juga rendah sesuai sasaran 2,5% plus minus 1%," kata Perry.
Kapan tepatnya BI rate akan kembali turun, menurut Perry, hal itu akan bergantung pada kondisi global terutama dampak terhadap rupiah.
"Timing akan kami lihat bagaimana kondisi global terutama terhadap stabilitas nilai tukar rupiah," kata Perry.
Keterlibatan AS
Perkembangan kondisi geopolitik di Timur Tengah menunjukkan, pasar masih mewaspadai dampak lebih besar terhadap harga energi, terutama terkait selat Hormuz. Selat Hormuz yang merupakan jalur distribusi yang mencakup 20% pasokan minyak mentah dunia. Sejauh ini memang belum ada indikasi bahwa Iran berupaya bertindak di jalur tersebut.
Harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) pagi ini berada di kisaran US$75 per barel setelah tutup sedikit lebih tinggi pada hari Rabu (18/6/2025). Sementara itu, minyak Brent stabil di bawah US$77.
Trump mengakhiri pertemuan dengan para penasihat utamanya pada Rabu, namun Gedung Putih belum memberikan kepastian apakah AS akan bergabung dalam serangan militer untuk menghancurkan program nuklir Iran. Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Iran menyatakan bahwa mereka masih berkomitmen pada jalur diplomasi.
Saat ditanya oleh wartawan apakah ia semakin dekat untuk menyerang Iran, Trump menjawab, “Mungkin saya lakukan. Mungkin tidak.” The Wall Street Journal melaporkan bahwa Trump telah menyetujui rencana serangan militer awal pekan ini, namun belum memberikan otorisasi akhir sambil menunggu apakah Teheran akan memenuhi tuntutannya.
(rui)
































