"Nasib mereka tidak berubah meski garis kemiskinan digeser naik atau turun. Pemerintah seakan terjebak dalam permainan statistik, mengeklaim penurunan kemiskinan padahal ketimpangan ekonomi justru makin memburuk dari rezim ke rezim," ujarnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pada dasarnya proses keanggotaan OECD menandakan Indonesia berupaya menuju negara maju. Sementara, aspek-aspek pembangunan nasional, seperti tingkat kemiskinan, mengacu pada patokan (benchmark) yang ada.
Selain itu, Airlangga menggarisbawahi Indonesia merupakan negara ketiga di Asia dan negara pertama di Asia Tenggara yang memasukkan aksesi serta menyelesaikan initial memorandum OECD. Harapannya, keanggotaan Indonesia nantinya bisa mewarnai kebijakan OECD ke depan.
"Kalau OECD kita bicara menuju negara maju, masalah progres dari pembangunan tentu menggunakan benchmark yang ada. Benchmark itu tentu dengan berbagai negara yang lain," ujar Airlangga saat ditemui di kantornya.
Tingkat Kemiskinan RI Versus Negara Anggota OECD
Data terbaru dari Bank Dunia (World Bank) melaporkan tingkat kemiskinan di Indonesia mencapai 68,25% dari populasi pada 2024. Angka itu mengalami peningkatan dibanding tingkat kemiskinan 2024 yang tercantum berdasarkan laporan Macro Poverty Outlook April 2025, yakni hanya 60,3% atau 171,9 juta penduduk miskin.
Tingkat kemiskinan yang naik di Indonesia terjadi seiring langkah Bank Dunia untuk mengubah garis kemiskinan, sebagaimana termaktub dalam June 2025 Update to the Poverty and Inequality Platform.
Dalam hal ini, Bank Dunia resmi mengadopsi perhitungan paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP) 2021 untuk menghitung tingkat kemiskinan, yang diterbitkan oleh International Comparison Program pada Mei 2024. Perhitungan itu berubah dibandingkan dengan standar PPP 2017 yang digunakan Bank Dunia pada laporan April 2025.
Bila dilihat menggunakan standar PPP 2017, Bank Dunia mencatat tingkat kemiskinan Indonesia berada dalam tren penurunan, yakni 62,6% pada 2022; 61,8% pada 2023; dan 60,3% pada 2024.
Sementara, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan persentase penduduk miskin pada September 2024 sebesar 8,57%, menurun 0,46 persen poin terhadap Maret 2024 dan menurun 0,79 persen poin terhadap Maret 2023.
Menyitir Statista, tingkat kemiskinan negara anggota OECD berada dalam kisaran 6,4% hingga 21% pada 2022. Dalam hal ini, Ceko merupakan negara anggota OECD dengan tingkat kemiskinan paling rendah yakni 6,4%. Sementara, Kosta Rika menjadi negara anggota OECD dengan tingkat kemiskinan paling tinggi yakni 21%.
Upaya Tekan Kemiskinan
Jika Indonesia benar-benar ingin menurunkan kemiskinan secara bermakna, Syafruddin menilai, maka yang dibutuhkan langkah-langkah konkret yang berpihak pada rakyat kecil. Reformasi perlindungan sosial harus menjadi prioritas, bukan sebagai bantuan temporer, melainkan jaminan keberlanjutan hidup yang bermartabat. Program bantuan sosial boleh lagi terjebak dalam inefisiensi dan salah sasaran, di mana sistem data yang terintegrasi dan akurat menjadi keharusan.
Lebih dari itu, negara harus berani membenahi struktur ketimpangan dengan distribusi aset yang adil, mulai dari reforma agraria hingga akses pembiayaan bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Selanjutnya, kemiskinan tidak akan surut bila infrastruktur hanya dibangun di pusat pertumbuhan, sementara daerah tertinggal tetap berjalan di tempat. Investasi publik harus diarahkan untuk membangun dasar-dasar kesejahteraan: air bersih, sanitasi, pendidikan, dan transportasi.
Dalam jangka panjang, reformasi perpajakan progresif dan sistem upah yang adil menjadi syarat mutlak untuk menciptakan ruang fiskal dan jaminan sosial yang kuat. Agenda besar ini bukan sekadar syarat bergabung dengan OECD, tetapi keharusan moral dan konstitusional untuk menegakkan keadilan sosial yang sesungguhnya.
Sementara itu, Airlangga mengatakan strategi yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan tingkat kemiskinan adalah mendorong daya beli dan melakukan penyaluran bantuan sosial yang merata dan tepat sasaran.
"Ya kalau strategi penurunan kita dorong peningkatan daya beli dan juga pembagian bahan sosial yang merata dan tepat sasaran," ujar Airlangga.
Pada 2025, pemerintah menargetkan tingkat kemiskinan turun ke kisaran 7%-8%. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan Indonesia adalah 8,57% per September 2024.
Menyitir dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026, pemerintah mengatakan pengentasan kemiskinan terus menjadi salah satu prioirtas utama pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Secara umum, upaya akselerasi pengentasan kemiskinan ditempuh melalui lima langkah.
Pertama, pemberian bantuan sosial (bansos) untuk mengurangi beban kebutuhan pokok. Menurut pemerintah, bansos yang dikhususkan untuk rumah tangga miskin dapat diberikan untuk menopang pengeluaran untuk memastikan kebutuhan dasar tercukupi. Oleh karena itu, penyaluran bantuan ini perlu dipastikan tepat sasaran, tepat jumlah, dan tepat waktu agar berdampak optimal mendukung penurunan kemiskinan.
Kedua, meningkatkan pendapatan melalui program pemberdayaan. Program pemberdayaan berupa dukungan
kewirausahaan dan pelatihan kerja guna meningkatkan kapasitas ekonomi masyarakat. Dukungan kewirausahaan mencakup bantuan permodalan serta pendampingan dalam merintis dan mengembangkan usaha.
Ketiga, meningkatkan akses pembiayaan. Rumah tangga miskin yang telah berhasil keluar dari garis kemiskinan (graduasi) didorong untuk mengakses program pembiayaan, seperti kredit Ultra Mikro (UMi) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR), guna memperkuat keberlanjutan usaha mereka.
Keempat, meningkatkan akses pekerjaan yang berkualitas. Bagi masyarakat miskin usia produktif yang tidak terlibat dalam program kewirausahaan, disediakan program pelatihan kerja yang dirancang untuk menyiapkan tenaga kerja terampil untuk mendukung program prioritas nasional.
"Di sisi penciptaan lapangan kerja, pemerintah berkomitmen untuk memperluas kesempatan kerja melalui berbagai program unggulan, seperti Makan Bergizi Gratis, hilirisasi industri, dan pengembangan lumbung pangan. Program-program ini diharapkan dapat membuka lapangan pekerjaan baru, khususnya bagi masyarakat miskin dan rentan," sebagaimana dikutip melalui dokumen KEM-PPKF 2026.
Selain itu, pemerintah juga mendorong pengembangan ekonomi di bidang perawatan (care economy), seperti pengasuhan balita dan lansia. Langkah ini diharapkan dapat menciptakan peluang kerja yang lebih luas, terutama bagi perempuan, sekaligus memperkuat peran dalam perekonomian nasional.
Dengan demikian, upaya ini tidak hanya bertujuan untuk mengurangi kemiskinan, tetapi juga meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Kelima, mendorong agar program perlindungan sosial lebih tepat sasaran. Pengentasan kemiskinan utamanya ditempuh melalui optimalisasi anggaran perlinsos
sebagai peredam kejut (shock absorber) untuk menjaga daya beli dan berbagai program untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada 2025, alokasi anggaran untuk program perlinsos meningkat 1,3% secara tahunan atau year-on-year (yoy) menjadi Rp503,23 triliun terutama dipengaruhi oleh kenaikan subsidi. Anggaran perlinsos dalam periode 2023-2025 terjaga di atas 2% dari produk domestik bruto (PDB).
"Program perlinsos cukup efektif berkontribusi terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Berbagai program perlinsos yang dilaksanakan mendukung penurunan tingkat kemiskinan dari 9,03% pada Maret 2024 menjadi 8,57% pada September 2024 atau turun 0,46% poin."
(lav)

































