Presiden Ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono kembali berkomentar panjang tentang politik dan hukum dalam negeri melalui akun pribadinya di media sosial Twitter. Pria dengan sapaan SBY membuat cuitan panjang yang sebagai balasan terhadap unggahan pakar hukum dan mantan wakil menterinya di Kabinet Indonesia Bersatu II, Denny Indrayana.
Keduanya memang membahas tentang kabar tentang keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap gugatan uji materi Undang-undang Pemilihan Umum atau Pemilu. Denny menyebut dapat bocoran kalau 6 dari 9 hakim konstitusi akan menetapkan Pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup atau masyarakat dipaksa hanya bisa mencoblos partai, bukan calon legislatif.
Selain MK, presiden yang gemar membuat lukisan, puisi dan lagu ini juga melemparkan kritik pada Mahkamah Agung. Lembaga tertinggi peradilan tersebut memang tengah memegang kasus sengketa perebutan hak kepengurusan Partai Demokrat antara Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono dan Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko.
"Berdasarkan akal sehat, sulit diteima PK Moeldoko dikabulkan MA, karena sudah 16 kali pihak KSP Moeldoko kalah di pengadilan," kata Ketua Dewan Pertimbangan Partai Demokrat tersebut.
Dia menilai, hukum seharusnya adil dan tak berpihak pada kekuatan atau kekuasaan. Menurut dia, keputusan MK menggugurkan pemilihan terbuka dan keputusan MA memenang Moeldoko akan membuat Indonesia seolah menganut sistem hukum rimba; yang kuat menang, dan yang lemah selalu kalah.
"Indonesia bukan negara predator," tulis SBY.
Dia pun memerintahkan seluruh kader Partai Demokrat bergerak melawan secara damai melalui jalur konstitusional kalau dua putusan pengadilan tersebut benar terjadi.
Moeldoko versus AHY
Partai Demokrat mulai terpecah usai terus mengalami penurunan suara hingga Pemilihan Umum 2019. Sejumlah petinggi dan pendiri partai tersebut kemudian menginisiasi perebutan kendali partai dari Keluarga Cikeas (identik dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono).
Sejumlah nama seperti Darmizal, Yus Sudarso, Tri Yulianto, Jhoni Allen Marbun, Ahmad Yahya dan Syofwatillah menggalang dukungan untuk menggelar kongres luar biasa atau KLB. Kelompok ini pun berhasil menggelar KLB Deli Serdang yang memutuskan Ketua Umum Partai Demokrat 2021-2025 adalah mantan Panglima TNI Jenderal Moeldoko.
Akan tetapi langkah perebutan kuasa tersebut tak berjalan lancar. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menolak mencatatkan hasil KLB Deli Serdang. Sesuai AD ART, pemerintah mengakui hasil pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat yang dimenangkan anak sulung SBY yakni Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY.
Hal yang sama juga terjadi saat kelompok KLB Deli Serdang atau Moeldoko Cs mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara hingga kasasi di Mahkamah Agung. Hasilnya, pengadilan menolak penunjukan Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. PK pun menjadi langkah perlawanan lanjutan untuk tetap ngotot mengambil alih Partai Demokrat.
(frg/ezr)