Logo Bloomberg Technoz

Yield SUN tenor 2Y (2 tahun) naik 4,1 basis poin (bps) kini menyentuh 6,295%. Sedangkan tenor 5Y (5 tahun) juga naik 1,6 bps, bersama tenor 10Y (10 tahun) yang naik 1,7 bps.

Para investor menghindari risiko dengan keluar lebih dulu dari pasar ekuitas dan surat utang berimbal hasil tinggi, di tengah peningkatan ketidakpastian di pasar.

Ketegangan kembali merebak di ranah perdagangan global menyusul pernyataan Tiongkok yang menuduh AS telah melanggar kesepakatan dagang terbaru mereka dan berjanji akan mengambil langkah-langkah untuk membela kepentingannya.

Perkembangan terbaru itu meredupkan harapan terjadinya percakapan tingkat tinggi yang diinginkan Donald Trump guna melanjutkan dialog bilateral.

Kementerian Perdagangan China merilis pernyataan pada Senin (02/06/2025), mengecam klaim Presiden AS bahwa Beijing telah melanggar konsensus yang dicapai dalam pertemuan di Jenewa bulan lalu. 

Beijing menuduh AS secara sepihak menerapkan berbagai pembatasan diskriminatif, termasuk pedoman baru mengenai kontrol ekspor chip berbasis kecerdasan buatan (AI), larangan penjualan perangkat lunak desain cip ke China, serta pencabutan visa pelajar asal China.

Tim perundingan Amerika saat bertemu China di Swiss, bahas tarif dagang. (Bloomberg)

“Jika AS bersikukuh dengan caranya sendiri dan terus merugikan kepentingan China, maka China akan terus mengambil langkah-langkah tegas dan kuat untuk melindungi hak dan kepentingan sahnya,” ujar Kementerian tersebut. Mereka juga menuduh AS telah melanggar kesepakatan yang dicapai antara Trump dan Xi pada 17 Januari, tanpa memberikan rincian lebih lanjut, seperti diwartakan oleh Bloomberg News.

Kabar sebelumnya menjadi sumber kekhawatiran pasar ketika Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana untuk menggandakan tarif impor baja dan aluminium.

Pada saat yang sama, serangan Ukraina ke Rusia menaikkan secara cepat risiko geopolitik hingga mengerek harga minyak dunia hingga lebih dari 2%. 

Manufaktur melemah

Kisruh tarif AS sejauh ini juga telah menyeret pelemahan aktivitas manufaktur di hampir seluruh Asia.

Aktivitas manufaktur di sejumlah negara Asia melemah pada bulan Mei, terimbas tarif AS dan ketidakpastian perdagangan yang mengikis permintaan.

Di Vietnam, pesanan ekspor baru mengalami kontraksi selama 7 bulan berturut-turut dan biaya input turun untuk pertama kalinya dalam sekitar dua tahun, menurut data S&P Global yang dipublikasikan pada Senin. 

Di Taiwan, produksi dan penjualan ekspor baru semuanya turun untuk bulan kedua, Indonesia mengalami penurunan paling tajam dalam pesanan baru sejak Agustus 2021, dan produsen Korea Selatan mencatat penurunan produksi terdalam dalam hampir tiga tahun.

Vietnam, Indonesia, Taiwan, Jepang, dan Korea Selatan semuanya mencatat kontraksi dalam aktivitas keseluruhan, dengan Indeks Pembelian tetap di bawah angka 50-tidak ada perubahan. Sementara itu, aktivitas di Filipina tumbuh lebih lambat.

Pekerja beraktivitas di salah satu pabrik di Cikupa, Banten, Selasa (5/11/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

S&P Global pagi ini melaporkan aktivitas manufaktur Indonesia pada Mei berada di 47,4. Naik sedikit ketimbang April yang sebesar 46,7.

Namun, PMI di bawah 50 menunjukkan aktivitas yang kontraksi, bukan ekspansi. PMI manufaktur Indonesia sudah 2 bulan berada di zona kontraksi.

“Survei terakhir menunjukkan bahwa terjadi kontraksi yang lebih dalam pada Mei dalam hal pemesanan baru (new orders). Ini menjadi yang paling rendah sejak Agustus 2021,” ungkap keterangan tertulis S&P Global.

Membalik cerita Mei

Perkembangan pasar modal membuka bulan Juni ini seolah membalik cerita pada bulan sebelumnya. Pada Mei lalu, kinerja bursa domestik begitu cemerlang ditandai dengan kenaikan IHSG hingga 6%, di kala harga obligasi negara juga menapak naik yang ditandai dengan penurunan yield. Rupiah pun menguat selama Mei, di tengah arus modal asing masuk yang kembali membesar.

Pemodal asing belanja besar-besaran di pasar keuangan domestik selama Mei, baik di saham maupun surat utang negara, di tengah kinerja rupiah yang makin membaik dengan torehan penguatan terbesar dalam delapan bulan terakhir.

Mengacu data Bloomberg, pemodal asing memborong saham di pasar RI senilai US$ 337,1 juta (net buy) selama Mei sampai perdagangan terakhir pekan lalu. Dengan kurs JISDOR terakhir ada di level Rp16.300/US$, nilai belanja asing di saham RI itu setara dengan Rp5,5 triliun.

Investor asing juga memborong surat utang negara (SBN). Berdasarkan data Kementerian Keuangan yang dikompilasi oleh Bloomberg, asing mencetak posisi net buy senilai US$ 1,49 miliar selama Mei sampai data 26 Mei. Angka itu setara dengan Rp24,35 triliun.

Karyawan memfoto layar indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (24/3/2025). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Nilai belanja asing di surat utang RI itu jadi salah satu yang terbesar di Asia, mengalahkan India, Filipina dan melampaui nilai belanja fixed income asset pemodal global di Thailand.

Belanja asing di SBN selama Mei juga jadi yang terbesar sejak Agustus 2024 atau dalam sembilan bulan terakhir, serta memperpanjang periode belanja global fund menjadi enam bulan tanpa putus di pasar obligasi negara.

Kini, posisi asing di SBN mencapai Rp921,38 triliun, terbesar sejak 19 November 2021 silam.

Bila dihitung total, nilai belanja asing di pasar Indonesia untuk dua instrumen itu mencapai US$ 1,83 miliar atau hampir Rp30 triliun selama Mei saja.

Nilai belanja asing di Indonesia mengalahkan arus modal global di Filipina (-US$ 1,9 miliar), Thailand (US$ 440,4 juta), Vietnam (US$ 87,5 juta), juga India (US$180,6 juta).

Utang jatuh tempo

Sepanjang Mei lalu, rupiah juga mencetak kinerja apik dengan penguatan bulanan 1,91% dibanding posisi akhir April.

Capaian penguatan rupiah pada Mei jadi yang terbaik dalam delapan bulan terakhir, di tengah pergerakan dolar AS di pasar global yang cenderung melemah. 

Mengacu data Bloomberg, rupiah spot membukukan penguatan 1,91% menutup Mei di level Rp16.290/US$, dibanding posisi akhir April.

Rupiah bergerak rata-rata di kisaran Rp16.410/US$ selama Mei, jauh lebih kuat dibanding pergerakan rata-rata bulan April yang sebesar Rp16.813/US$.

Selama Mei, level terlemah rupiah ada di Rp16.550/US$, sementara level terkuat terjadi pada 23 Mei lalu ketika rupiah sempat menyentuh di bawah Rp16.000/US$, sebelum akhirnya ditutup di level closing Rp16.222/US$, terkuat sejak Februari 2025.

Besar penguatan rupiah selama Mei menjadi hal yang langka sekaligus torehan terbaik dalam lebih satu dekade. 

Melihat ke belakang, rupiah hampir selalu melemah setiap bulan Mei dalam 10 tahun terakhir. Hanya pada Mei tahun ini penguatannya hampir 2% setelah pada Mei tahun lalu hanya menguat tipis.

Hanya, capaian positif kinerja rupiah pada Mei mungkin masih rentan memasuki bulan Juni. Kinerja rupiah setiap bulan Juni selama ini selalu melemah dalam empat tahun terakhir dengan pelemahan bisa lebih dari 2%.

Itu karena adanya peningkatan permintaan dolar musiman di pasar menyusul adanya utang luar negeri jatuh tempo pemerintah dan pembayaran dividen korporasi pada para investor asing.

Pada Juni, terdapat nilai utang jatuh tempo pemerintah senilai Rp178,9 triliun yang menjadi nilai tertinggi pembayaran utang sepanjang tahun 2025.

Di sisi lain, jadwal pembayaran dividen korporasi juga akan menguras dolar di pasar dan rentan menyeret rupiah. Faktor musiman itu, bila ditambah gejolak pasar yang menaikkan lagi dominasi dolar AS di pasar global, bisa jadi kabar buruk bagi rupiah ke depan.

(rui)

No more pages