Bloomberg Technoz, Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) buka suara terkait dengan sekelompok trader batu bara di China yang menyerukan penggantian indeks Coalindo karena dituding mendistorsi harga pasar internasional.
Sekretaris Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Rita Susilawati mengatakan pemerintah memahami adanya kekhawatiran dari sebagian pihak ihwal referensi harga ekspor batu bara Indonesia, termasuk persepsi mengenai penggunaan Indeks Coalindo.
Akan tetapi, dia menegaskan, saat ini Pemerintah Indonesia tidak lagi menggunakan Indeks Coalindo (Indonesia Coal Index) dalam penetapan Harga Batubara Acuan (HBA). Indeks Coalindo merupakan harga batu bara yang disusun dan diterbitkan oleh pihak swasta.
Rita menjelaskan dahulu indeks ini memang menjadi salah satu dari empat indeks yang digunakan dalam formula HBA bersama Platts, Globalcoal Newcastle Index, dan Newcastle Export Index.
“Namun, formula tersebut resmi tidak berlaku lagi sejak 27 Februari 2023,” kata Rita saat dihubungi, Rabu (28/5/2025).

Sejak terbitnya Kepmen ESDM No. 41 Tahun 2023 yang resmi diganti dengan Kepmen ESDM No. 72/2025, terjadi perubahan mendasar dalam metode penetapan HBA.
HBA kini tidak lagi dihitung dari rata-rata indeks internasional, melainkan dari harga transaksi aktual batu bara Indonesia.
Rita menyebut data diambil dari transaksi pengapalan batu bara pada skema FOB Vessel, menggunakan rentang waktu observasi tertentu yakni dari pekan ke-2 dua bulan sebelumnya hingga pekan ke-3 bulan sebelumnya. HBA sejak Maret 2025 diterbitkan sebanyak dua kali yaitu pada tanggal 1 dan 15 setiap bulannya.
“Kebijakan ini juga menetapkan bahwa per 1 Maret 2025, seluruh pelaku ekspor batu bara wajib mencantumkan HBA sebagai harga minimum penjualan ekspor,” ujarnya.
Rita menuturkan tujuan dari kebijakan HBA yaitu untuk menjaga transparansi dan keadilan harga ekspor batu bara Indonesia; melindungi penerimaan negara dari potensi under-invoicing; dan memperkuat kedaulatan harga nasional, dengan tidak bergantung penuh pada indeks harga dari luar negeri.
“Kami memahami bahwa ada keluhan dari beberapa trader yang asing terkait degan perubahan ini, terutama karena harga HBA bisa berbeda dari harga pasar harian global,” ucapnya.
Namun, dia memastikan, seluruh pelaku usaha telah disosialisasikan sejak awal mengenai perubahan sistem tersebut.

Tak Mempersulit
Rita menekankan kebijakan ini bukan untuk mempersulit perdagangan, melainkan untuk mendorong tata kelola yang lebih baik dan berkeadilan.
Di sisi lain, pemerintah tetap terbuka terhadap masukan konstruktif dan akan terus mengevaluasi penerapan kebijakan agar tetap akuntabel dan kompetitif.
Diberitakan sebelumnya, sekelompok trader komoditas energi yang menangani lebih dari sepersepuluh ekspor batu bara termal Indonesia menyerukan penggantian indeks lokal yang menurut mereka mendorong harga di atas level pasar aktual.
Indeks Coalindo, yang mencakup setengah dari bobot Indeks Batu Bara Indonesia, dinilai telah tidak sejalan dengan indeks-indeks global lain selama berbulan-bulan, menurut eksekutif senior di empat rumah perdagangan komoditas yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena sensitivitas masalah tersebut.
Permintaan luar negeri untuk batu bara Indonesia akan turun jika situasi terus berlanjut, kata mereka.
Indonesia adalah pemasok batu bara termal atau pembangkit listrik terbesar di dunia, yang menguasai hampir 40% pasar yang diangkut melalui laut tahun lalu.

China mengambil sebagian besar ekspornya, dan kelebihan pasokan di sana telah menekan biaya bahan bakar dan membuat pembeli enggan membayar harga yang lebih tinggi untuk impor.
PT Coalindo Energy, yang dimiliki oleh para penambang Indonesia, perusahaan listrik regional, dan tokoh industri batu bara, didirikan pada 2006 dengan dukungan dari Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI).
Perusahaan ini menyediakan pengukur Coalindo, sedangkan penilaian harga untuk Indeks Batubara Indonesia berasal dari Argus Media Ltd yang berbasis di Inggris.
Trader China dan internasional biasanya mencapai kesepakatan berjangka dengan eksportir dan penambang berlisensi di Indonesia untuk menentukan volume tahunan, dan kemudian menetapkan harga untuk setiap kargo berdasarkan Indeks Batubara Indonesia.
Para trader mengatakan kepada Bloomberg bahwa mereka sedang mempertimbangkan untuk memangkas volume yang diminta dalam kontrak berjangka untuk tahun berikutnya, sementara beberapa berusaha menggunakan metode penetapan harga alternatif.
Harga batu bara di terminal ekspor dengan nilai kalori bersih 3.800 kilokalori lebih tinggi 5% pada Indeks Batubara Indonesia dibandingkan ukuran referensi yang diberikan oleh Argus pada 16 Mei, kata mereka.
Hal itu berarti pengukur gabungan didorong naik oleh penilaian Coalindo yang tinggi. Perbedaannya telah melebar sejak Februari, kata mereka.
Sekelompok trader yang terpisah juga memulai petisi daring awal bulan ini untuk mengeluhkan Indeks Coalindo.
Pengukur tersebut menunjukkan "penyimpangan signifikan dari indeks harga utama lainnya," serta harga pasar domestik China, kata mereka dalam pernyataan anonim pekan lalu.
Kelompok trader ini meminta para pelaku pasar untuk mengganti rumus harga yang menggabungkan Indeks Coalindo dengan yang lain dan untuk menolak harga yang menggunakan pengukur tersebut.
Mengacu Bloomberg, harga kontrak aktif batu bara di Newcastle, pada Selasa (27/5/2025) ditutup menguat 0,54% di level US$111,1 per metrik ton. Level harga tersebut juga menjadi yang tertinggi sejak 2 April atau hampir dua bulan terakhir.
Laju kenaikan harga batu bara dalam tiga hari beruntun sudah mencapai 5,72%. Namun, harga batu bara masih mencatat pelemahan 16% secara year to date (ytd). Dalam 12 bulan terakhir, harga batu bara sudah minus 25% berdasarkan data Bloomberg.
(mfd/wdh)