Logo Bloomberg Technoz

Indikasi kembalinya Zarubezhneft ke hulu migas RI terendus dari masuknya perusahaan itu ke dalam daftar 25 calon investor hulu migas yang tengah menunjukkan minatnya kepada SKK Migas.

Perusahaan pelat merah Rusia itu padahal sebelumnya menggemparkan sektor hulu migas Tanah Air, setelah dikabarkan meninggalkan Blok Tuna yang digarapnya bersama perusahaan Inggris, Harbour Energy.

Dalam kaitan itu, Asnidar mengonfirmasi Zarubezhneft telah menyampaikan niat untuk kembali berinvestasi ke hulu migas Tanah Air, meski sektor energi Rusia masih disanksi aliansi Barat.

“Iya, mereka juga menyampaikan begitu. Dalam hal, misalnya, mereka divestasi [Blok] Tuna karena masalah sanksi Uni Eropa, dia [Zarubezhneft] akan mencari peluangnya. Dia juga sudah diskusi sama kita,” ujarnya.

Kepala SKK Migas Djoko Siswanto sebelumnya menargetkan keputusan akhir divestasi Blok Tuna usai ditinggalkan BUMN migas Rusia, JSC Zarubezhneft, rampung paling lambat Juni 2025.

Menurut Djoko, proses negosiasi divestasi blok gas tersebut masih berlangsung, tetapi bakal dituntaskan dalam waktu secepatnya setelah tersendat selama beberapa tahun.

“Targetnya bulan ini, paling telat bulan depan sudah ada keputusan siapa yang akan mengerjakan [Blok Tuna] dan kerja samanya dengan siapa,” ujar Djoko ditemui di sela pergelaran IPA Convex di ICE BSD, Selasa (20/5/2025).

Djoko negosiasi untuk mencari calon pengganti Zarubezhneft masih berlangsung, sehingga dia belum bisa mengelaborasi detail siapa entitas yang akan menjadi pengelola baru Blok Tuna.

“Salah satu dari mereka kan lagi bernegosiasi. Nanti hasilnya seperti apa, nanti lapor ke Pak Menteri [ESDM Bahlil Lahadalia]. Nanti Pak Menteri akan memutuskan supaya blok ini bisa segera dikerjakan, begitu.”

Target Mundur

SKK Migas pernah mengatakan target produksi atau onstream dari Blok Tuna berpotensi mundur dari 2026 ke 2027, menyusul hengkangnya JJSC Zarubezhneft dari Rusia di proyek tersebut.

Kendati demikian, saat itu terdapat tiga perusahaan—baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri — yang berpotensi menggantikan Zarubezhneft di Blok Tuna. Termasuk di antaranya calon investor dari Vietnam.

Sekadar catatan, perusahaan migas asal Inggris, Harbour Energy, memutuskan untuk mengundur investasi akhir atau final investment decision (FID) terhadap pengembangan Blok Tuna, di Laut Natuna Timur hingga 2025.

Pemerintah Indonesia padahal telah memberikan persetujuan untuk rencana pengembangan atau plan of development (PoD) Lapangan Tuna sejak Desember 2022.

Lewat keterbukaan informasi pada Agustus 2023, Harbour tak menampik jika pengunduran rencana itu investasi itu imbas sanksi Uni Eropa (UE) dan Inggris terhadap invasi Rusia ke Ukraina. Hal ini berdampak pada salah satu mitra perusahaan tersebut di Blok Tuna yang merupakan BUMN Migas asal Rusia, Zarubezhneft.

"Di tempat lain di Indonesia, kami berupaya untuk mengembangkan rencana pengembangan lapangan yang telah disetujui untuk penemuan Tuna kami yang terkena dampak sanksi UE dan Inggris," ujar Chief Executive Officer (CEO) Harbour Energy, Linda Zarda Cook.

"Kami terus melakukan diskusi konstruktif dengan Pemerintah Rusia sebagai mitra kami, dan pemerintah Indonesia untuk mencapai solusi, tetapi tidak mengantisipasi untuk dapat memulai FID hingga tahun depan [2024], yang berarti potensi keputusan investasi akhir akan diambil pada 2025," kata dia.

Adapun, Zarubezhneft lewat anak usahanya ZN Asia Ltd memegang 50% hak partisipasi Blok Tuna, bersama dengan Harbour Energy Group melalui anak usahanya Premier Oil Tuna BV, yang menggenggam 50%.

Adapun, proses penggantian investor dilakukan melalui skema business to business (B2B).

Berdasarkan catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Blok Tuna diperkirakan memiliki potensi gas di kisaran 100 hingga 150 million standard cubic feet per day (MMSCFD).  

Selain itu, investasi pengembangan lapangan hingga tahap operasional ditaksir mencapai US$3,07 miliar atau setara dengan Rp45,4 triliun.

(wdh)

No more pages