Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Serpong – Direktur Utama PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) Hilmi Panigoro memastikan perusahaannya tidak akan terlibat joint study proyek hulu migas di Blok Natuna D-Alpha bersama Kufpec, investor asal Kuwait.

“Tidak ikut,” tegasnya singkat saat dimintai konfirmasi ihwal ketertarikan Medco untuk terlibat dalam joint study D-Alpha, ditemui di sela pergelaran IPA Convex di ICE BSD, Selasa (20/5/2025).

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) padahal mengungkapkan Kuwait Foreign Petroleum Exploration Company (Kufpec) tengah mencari mitra untuk joint study di proyek hulu migas di Blok Natuna D-Alpha.

Kepala SKK Migas Djoko Siswanto mengonfirmasi perusahaan asal Kuwait tersebut menjadi calon terbaru yang berpotensi mengelola Lapangan D-Alpha. Joint study oleh korporasi tersebut pun tengah diproses.

Untuk itu, Djoko menyebut, Kufpec kira-kira membutuhkan empat mitra yang akan digandeng masuk ke lapangan yang berlokasi di lepas pantai Natuna Timur tersebut.

“Dia lagi mau joint study-nya sudah selesai. Dia lagi cari partner. Paling enggak empat partner yang diajak nanti sama Kufpec. Salah satunya Pertamina, Medco, satu lagi, nah saya lupa,” ungkapnya saat ditemui di sela pergelaran IPA Convex hari pertama.

Lapangan D-Alpha Blok East Natuna, Pulau Natuna, Kepulauan Riau sebelumnya sempat dilelang ulang oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada akhir Juli 2023.

Blok tersebut merupakan salah satu wilayah kerja (WK) migas paling menantang di Indonesia lantaran memiliki kandungan karbondioksida (CO2) yang tinggi mencapai 71%.

Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, Lapangan D-Alpha Blok East Natuna memiliki potensi kandungan gas mencapai 222 triliun kaki kubik (TCF). Namun, tingginya kandungan CO2 membuat kandungan gas yang bisa dieksploitasi kemungkinan hanya sekitar 46 TCF.

Tidak hanya itu, tantangan lain yang harus dihadapi dalam pengelolaan Lapangan D-Alpha adalah isu geopolitik. Ladang gas tersebut bersinggungan langsung dengan Laut China Selatan (LCS) yang menjadi sumber kekisruhan antara China dan Amerika Serikat (AS) beserta sekutu-sekutunya.

Sejak pertama kali ditemukan adanya kandungan gas pada 1973, Lapangan D-Alpha Blok Natuna belum juga digarap atau dieksploitasi.

Raksasa migas asal AS, ExxonMobil sebenarnya sudah mengantongi hak partisipasi atau participating interest (PI) pada 1989, tetapi tak kunjung digarap hingga akhirnya pemerintah mencabut hak tersebut pada 2007.

Pada 2008, pemerintah menyerahkan pengelolaan ladang gas tersebut ke PT Pertamina (Persero). Perusahaan migas pelat merah itu kemudian membentuk konsorsium yang terdiri dari ExxonMobil, Total Exploration and Production (E&P), Petroliam Nasional Berhad atau Petronas, dan  PTT Exploration and Production (PTT EP) Thailand.

Konsorsium itu akhirnya bubar di tengah jalan. ExxonMobil memutuskan untuk hengkang pada 2017 dengan pertimbangan kelayakan bisnis di WK tersebut, diikuti oleh PTT EP tidak berselang lama.

(wdh)

TAG

No more pages

Artikel Terkait