Logo Bloomberg Technoz

“Itu yang membuat kita untuk menggunakan teknologi yang baik dan menjadi kompetitif, itu yang menjadi pembicaraan kami, jadi tidak menunggu sampai harga menjadi seperti saat ini lalu menjadi efisien tapi kita terus berusaha berada di posisi yang baik,” tuturnya.

Adapun, harga minyak dunia cenderung stabil setelah mengalami reli empat hari berturut-turut—yang terbesar sejak Oktober lalu—dipicu oleh optimisme meredanya perang dagang serta pernyataan keras Presiden Amerika Serikat Donald Trump terkait pasokan minyak Iran.

Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan di atas level US$63 per barel setelah melonjak hampir 10% dalam empat sesi sebelumnya. Sementara itu, minyak Brent ditutup mendekati US$67 per barel.

Seperti diberitakan sebelumnya, torehan lifting minyak nasional baru mencapai  580.000 barrel per day (bopd) per April 2025. Torehan itu lebih rendah 4,13% dari target lifting minyak yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sebesar 605.000 bopd.

Belakangan, Kementerian ESDM tengah mempercepat pengembangan sejumlah proyek hulu migas strategis seperti milik kontraktor asal Italia, Eni.

Raksasa migas Italia itu tengah mendorong 2 proyek strategis di antaranya Indonesia Deepwater Development (IDD) atau Southern Hub dengan cadangan 2,67 trillion cubic feet (TCF) dan 66 juta barel minyak, serta Geng North dengan cadangan 5,3 TCF gas.

"Lifting minyak kita sekarang kan hanya 580 ribu barrel per day dan di dalam APBN kita 605 ribu barrel per day di tahun 2025,” kata Menteri ESDM Bahlil Lahadalia saat kunjungan ke Lapangan Senipah-Peciko-South Mahakam & fasilitas OFR di Bakau, Balikpapan dikutip dari siaran pers, Kamis (1/5/2025).

Trump Mau Harga Minyak US$40-US$50 per Barel

Presiden AS Donald Trump tampaknya lebih menyukai harga minyak berada pada rentang US$40 sampai US$50 per barel, menurut Goldman Sachs Group Inc, mengutip analisis internal dari unggahan media sosialnya tentang topik tersebut.

"Trump selalu fokus pada minyak dan dominasi energi AS, setelah mengunggah [postingan di media sosial] hampir 900 kali," kata analis termasuk Daan Struyven dalam sebuah laporan.

"Preferensi yang disimpulkannya untuk WTI tampaknya sekitar US$40 hingga US$50 per barel, di mana kecenderungannya untuk mengunggah tentang harga minyak mencapai titik terendah," kata mereka.

Harga minyak — baik Brent maupun West Texas Intermediate (WTI)— sering kali terombang-ambing oleh unggahan komentar media sosial pemimpin AS tersebut, yang dapat merujuk pada segala hal mulai dari tingkat produksi OPEC dan harga bensin AS hingga sanksi terhadap negara-negara termasuk Iran.

Pemerintahan Trump lebih menyukai peningkatan produksi dalam negeri, serta dorongan luas untuk energi murah guna membantu menurunkan inflasi.

"Dia cenderung menyerukan harga yang lebih rendah [atau merayakan penurunan harga] ketika WTI lebih dari US$50," kata para analis.

(naw)

No more pages