Sebelumnya, pakar PBB dan anggota Kongres AS pernah menuduh UEA memasok senjata ke RSF—klaim yang dibantah Abu Dhabi.
Kementerian Luar Negeri UEA dalam pernyataannya mengutuk “sekeras-kerasnya penyerangan terhadap fasilitas sipil vital dan infrastruktur penting di Port Sudan,” dan menyebut tindakan itu sebagai pelanggaran nyata terhadap hukum humaniter internasional. Juru bicara RSF belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar.
Sasaran Infrastruktur
Serangkaian serangan udara sejak Minggu lalu tampaknya menyasar infrastruktur penting yang menopang kekuatan militer Sudan. Akibatnya, penerbangan dibatalkan sementara dan warga dilanda ketakutan. Sebuah depo minyak dan fasilitas penyimpanan terkena serangan pada Senin, meski dampaknya terhadap pasokan bahan bakar domestik belum diketahui secara pasti.
Serangan drone pada Selasa menghantam gardu induk utama di Port Sudan, menyebabkan pemadaman listrik total, menurut pernyataan dari Sudan Electricity Co. Teknisi kini sedang menilai tingkat kerusakan.
Port Sudan adalah jalur utama perdagangan nasional, termasuk bagi negara-negara Afrika Tengah yang tidak memiliki akses laut, dan terletak dekat fasilitas ekspor minyak mentah dari Sudan Selatan ke pasar Asia.
Serangan ini menambah ketegangan di kawasan Laut Merah, di mana pemberontak Houthi dari Yaman telah menyerang pelayaran internasional selama lebih dari setahun untuk menekan Israel dalam konflik di Gaza.
Militer Sudan menuduh RSF sebagai pelaku serangan drone pertama pada Minggu, namun belum menunjuk pelaku untuk serangan berikutnya. Sejauh ini, belum ada laporan korban jiwa.
Port Sudan juga menjadi pusat bagi organisasi bantuan internasional dan misi-misi asing. Serangan berkelanjutan dapat mengancam upaya mereka menangani pengungsian massal dan kelaparan di negara terbesar ketiga di Afrika berdasarkan luas wilayah ini.
“Serangan-serangan ini merupakan pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional, yang melarang penargetan warga sipil dan infrastruktur sipil,” kata Koordinator Kemanusiaan PBB untuk Sudan, Clementine Nkweta-Salami, dalam sebuah pernyataan. “Ini menunjukkan kegagalan konsisten dalam mematuhi prinsip-prinsip pembedaan, proporsionalitas, dan kehati-hatian. Segala upaya harus dilakukan untuk melindungi warga sipil dan objek sipil.”
Sekitar setengah dari populasi Sudan yang berjumlah 50 juta orang kini menghadapi kelaparan ekstrem, termasuk sekitar 5 juta anak-anak dan ibu yang mengalami malnutrisi akut, menurut data PBB.
Kelaparan juga telah didokumentasikan di 10 lokasi, termasuk kamp pengungsi Zamzam di wilayah Darfur barat, yang menjadi tempat tinggal bagi ratusan ribu orang.
(bbn)





























