Logo Bloomberg Technoz

Pada saat merdeka, kedua negara ini terpecah berdasarkan garis agama, di mana mayoritas penduduk Pakistan beragama Islam dan India memilih demokrasi sekuler bagi penduduknya yang sebagian besar beragama Hindu.

Penetapan batas wilayah baru oleh Inggris membuat hampir 14 juta orang mengungsi dan mengakibatkan kekerasan sektarian yang menewaskan 1 juta jiwa.

Kedua negara berperang sejak saat itu, dua di antaranya memperebutkan Kashmir, dengan sejumlah pertempuran kecil di antaranya. Para pemimpin Pakistan menganggap India sebagai ancaman eksistensial sejak terpecah; sebagian orang berpikir India masih menyimpan harapan untuk membalikkan perpecahan tersebut.

Badan intelijen India mengaitkan serangkaian serangan teroris yang terjadi antara 2001 dan 2019 dengan Pakistan. Mantan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan berjanji akan mengekang kelompok-kelompok militan, tetapi gagal.

Para pemimpin sipil negara itu hanya memiliki sedikit kekuasaan untuk membuat kebijakan luar negeri dan keamanan, yang sebagian besar merupakan wewenang tentara dan badan mata-mata Inter-Services Intelligence.

Ketegangan di Kashmir meningkat. (Bloomberg)

Apa yang istimewa dari Kashmir?

Pada saat pemisahan, India dan Pakistan merayu berbagai kerajaan di subbenua tersebut (yang secara tidak langsung diperintah oleh Inggris) untuk bergabung dengan negara mereka yang masih muda.

Penguasa Hindu di Jammu dan Kashmir yang mayoritas penduduknya Muslim, wilayah yang kira-kira seluas Inggris Raya dan berpenduduk sekitar 12 juta jiwa saat ini, menolak bergabung. Pakistan mensponsori invasi oleh para pejuang tak beraturan, India campur tangan, lalu kedua negara bertempur hingga menemui jalan buntu.

Saat ini, mereka berhadapan di perbatasan de facto sepanjang 460 mil (740 kilometer) yang dikenal sebagai Garis Kontrol, salah satu zona paling termiliterisasi di dunia. Wilayah ini juga mencakup dua wilayah yang dikuasai China dan diklaim India.

New Delhi menuduh Islamabad mensponsori para militan yang aktif di Kashmir, sedangkan Pakistan mengklaim pemerintah India menganiaya Muslim Kashmir, dan menggambarkan para militan itu sebagai pejuang kemerdekaan. Pemerintah India mengaku mereka telah dilatih dan didanai oleh militer Pakistan, dan para pemimpin mereka terus hidup bebas di Pakistan.

Pada tahun 2019, New Delhi bergerak memperketat kendalinya atas Kashmir dengan mencabut jaminan konstitusional dan membanjiri wilayah itu dengan banyak tentara. Dalam beberapa tahun terakhir, wilayah yang terkenal dengan pemandangan pegunungan yang dramatis dan lembah-lembah yang subur itu kembali populer di kalangan wisatawan.

Apa saja perubahan akibat serangan 22 April?

Dalam waktu 14 jam setelah serangan di Kashmir, India menurunkan hubungan diplomatik dengan Pakistan. Sementara Pakistan melarang pesawat-pesawat India memasuki wilayah udaranya dan menghentikan perdagangan lintas batas.

Penutupan wilayah udara Pakistan memaksa maskapai-maskapai penerbangan India mengambil rute memutar selama berjam-jam untuk penerbangan ke arah barat, sehingga meningkatkan biaya operasional mereka.

Bendera Pakistan. (Sumber: Bloomberg)

Penangguhan perdagangan Pakistan dengan India diperkirakan tidak akan berdampak besar karena perdagangannya relatif kecil. Menurut data Kementerian Perdagangan di New Delhi, India mengimpor produk senilai US$2,88 juta dari Pakistan pada tahun keuangan 2023-2024, sedangkan ekspor ke negara tetangganya mencapai US$1,2 miliar. Jumlah pengunjung ke Kashmir kemungkinan besar akan turun.

Dalam perkembangan yang lebih mengkhawatirkan, India menangguhkan pakta pembagian air yang sangat vital, Perjanjian Perairan Indus, yang bisa berdampak serius pada Pakistan dalam jangka panjang.

Apa itu Perjanjian Perairan Indus?

Perjanjian ini mengatur distribusi air dari enam sungai yang mengalir dari Himalaya yang merupakan sumber utama untuk mengairi lahan subur di kedua negara dan untuk menghasilkan listrik. Butuh waktu hampir satu dekade untuk meresmikan perjanjian ini pada tahun 1960-an, di mana Bank Dunia bertindak sebagai mediator.

Perjanjian ini memberikan kedua negara hak untuk menggunakan tiga sungai masing-masing, dan menyediakan peta terperinci tentang bagaimana kedua negara boleh atau tidak boleh menggunakan sumber daya satu sama lain.

Menurut Muhammad Khalid Idrees Rana, juru bicara Otoritas Sistem Sungai Indus Pakistan, setelah India mengumumkan penangguhan perjanjian itu, aliran air turun hampir 90% di bawah volume biasanya yang mengalir ke Pakistan. Pengalihan air dalam jangka panjang bisa menghancurkan pertanian di Pakistan utara.

Kemampuan New Delhi untuk mengalihkan air saat ini terbatas karena kurangnya infrastruktur yang dibutuhkan. Namun, dengan penangguhan perjanjian itu, India bisa membangun proyek-proyek tepi sungai berskala kecil yang jika tidak, akan membutuhkan persetujuan Pakistan. Untuk lebih serius mengganggu aliran air ke Pakistan, India perlu menghabiskan miliaran dolar untuk meningkatkan kapasitas penyimpanannya.

Pakistan mengatakan perjanjian itu bersifat mengikat dan akan meresponsnya dengan "kekuatan penuh" terhadap pelanggaran. Jika terjadi perselisihan atau pelanggaran perjanjian, kedua negara bisa meminta mediator dari luar, "ahli netral" atau mengajukan banding ke pengadilan arbitrase.

Jadi, mungkinkah India dan Pakistan benar-benar berperang lagi?

Perang skala penuh di berbagai front akan merusak preseden yang sudah ada selama beberapa dekade. Pemerintah kedua negara menyadari bahaya eskalasi, dan kekuatan dunia di masa lalu meyakinkan mereka untuk mundur dari permusuhan, menyadari risiko bahwa salah satu pihak mungkin menggunakan rudal nuklirnya.

Ribuan orang terbunuh dalam perang tahun 1947 dan 1965. Namun, konflik-konflik yang terjadi sejak saat itu lebih terkendali. Pertempuran di wilayah Kargil di Kashmir pada tahun 1999 berakhir setelah kurang dari tiga bulan menyusul tekanan kuat AS terhadap Pakistan dan ancaman menarik pinjaman Dana Moneter Internasional dari Islamabad.

Perang yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir bahkan berlangsung lebih singkat. Pada tahun 2019, India melancarkan serangan udara di perbatasan Pakistan untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade dan, bahkan setelah pertempuran udara, kedua negara meredakan ketegangan dengan cepat.

Bagaimana prospek rekonsiliasi antara India dan Pakistan?

Pemulihan hubungan yang lebih substansial tampaknya tidak mungkin terjadi. Sikap India terhadap Pakistan menjadi lebih keras di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Narendra Modi, seorang nasionalis Hindu, dan India mengatakan akan memulai perundingan damai hanya jika Pakistan menindak kelompok-kelompok militan di perbatasannya yang mengancam keamanan India.

Perdana menteri India, Narendra Modi berbicara pada upacara Hari Kemerdekaan di Red Fort, New Delhi, India, Senin (15/8/2022). (T. Narayan/Bloomberg)

Bahkan jika pemerintah sipil Pakistan ingin mengubur permusuhan, pertama-tama mereka harus memenangkan hati militer yang secara konsisten menolak langkah tersebut.

Militer Pakistan di masa lalu menyatakan mereka akan terbuka untuk mengizinkan transit melalui wilayah utara negaranya ke India dari Afghanistan dan Asia Tengah, tetapi menarik kembali ucapan tersebut setelah Modi mencabut jaminan konstitusional Kashmir pada tahun 2019. Sejak saat itu, Pakistan mengatakan pembicaraan damai hanya bisa terjadi setelah keputusan tersebut dibatalkan.

Kebuntuan antara AS dan China mungkin juga mengurangi dorongan untuk memperbaiki hubungan. Dalam beberapa tahun terakhir, India semakin dekat dengan AS, sedangkan Pakistan—yang secara historis merupakan mitra Washington dalam masalah keamanan—bergeser ke orbit Beijing setelah China menginvestasikan miliaran dolar dalam infrastruktur negara itu di bawah inisiatif Belt and Road.

(bbn)

No more pages