
Bloomberg Technoz, Jakarta - Di tengah dinamika ekonomi global yang fluktuatif dan proses transisi kekuasaan nasional, Indonesia diam-diam mencatatkan prestasi luar biasa: penyerapan tenaga kerja sebesar 3,59 juta orang hanya dalam satu tahun terakhir, dari Februari 2024 ke Februari 2025.
Yang membuat capaian ini semakin signifikan adalah konteks waktunya. Prestasi ini terjadi di masa transisi pemerintahan dari Presiden Joko Widodo ke Presiden Prabowo Subianto, dan menjadi salah satu pencapaian awal di bulan-bulan pertama pemerintahan baru.
Secara umum, masa transisi kekuasaan sering kali diwarnai dengan penyesuaian anggaran, rotasi pejabat, serta sikap wait and see dari pelaku usaha yang menunggu kejelasan arah kebijakan baru. Namun, kondisi di lapangan justru menunjukkan hal yang kontras — lapangan kerja tumbuh, pengangguran menurun, dan partisipasi angkatan kerja meningkat.
Data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) turun menjadi 4,76 persen pada Februari 2025. Ini adalah angka terendah dalam lima tahun terakhir. Sebagai perbandingan, TPT Indonesia sempat melonjak di atas 7 persen saat pandemi, bahkan mendekati 10 persen pada puncak krisis tahun 2020. Kini, pasar kerja nasional memasuki fase pemulihan struktural yang lebih berkelanjutan.
Jumlah pekerja penuh—yakni mereka yang bekerja minimal 35 jam per minggu—mencapai 96,48 juta orang. Ini mengindikasikan bahwa sebagian besar pekerjaan yang tercipta memiliki tingkat kestabilan yang lebih baik, bukan sekadar pekerjaan sementara atau informal. Meski begitu, tantangan tetap ada. Proporsi pekerja informal masih tinggi, meskipun turun sedikit dari 40,83 persen menjadi 40,60 persen. Artinya, mayoritas pekerjaan baru masih tercipta di sektor nonformal seperti usaha mandiri, pekerja keluarga, atau pekerja tanpa kontrak tetap.


































