Logo Bloomberg Technoz

“Memang agak sulit, tetapi masih berpeluang investor masuk sepanjang ada jaminan kepastian hukum dan iklim investasi yang kondusif,” ujarnya.

Stagnasi Industri

Meski demikian, Bisman tidak menampik industri baterai EV global memang agak stagnan akhir-akhir ini, seiring dengan makin banyaknya jumlah pabrik baru yang berbanding terbalik dengan tren penjualan kendaraan listrik yang di bawah ekspektasi.

 Namun, ke depannya, dia meyakini industri baterai dan EV masih akan sangat prospektif, sehingga peluang Indonesia untuk mendapatkan mitra investor baru masih sangat terbuka lebar.

Outlook produksi sel baterai EV dunia./dok. Bloomberg

Untuk itu, sepanjang calon investor tersebut serius dan tidak tersandung masalah hukum, kecil kemungkinan megaproyek baterai EV di Indonesia menjadi terbengkalai.

Bisman menggarisbawahi, hal yang terpenting sebelum menggarap proyek baterai adalah kajian kelayakan atau feasibility study (FS) dan uji tuntas hukum atau legal due diligence yang benar.

“Pemerintah perlu memberikan jaminan keamanan investasi dan jaminan kepastian hukum. Ini garansi penting yang dibutuhkan investor,” ucapnya.

Secara terpisah, Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) Nicolas D. Kanter mengungkapkan Antam membuka peluang bagi negara asing untuk menggantikan LGES di Proyek Titan. 

“Penggantinya kita mesti lihat secara keseluruhan. Kita mesti dengar juga nanti [saran] dari Danantara, dari Kementerian Investasi, Kementerian ESDM. Semua akan kita berikan terbaik,” ucap Nico saat ditemui di Kompleks Parlemen, Rabu (30/4/2025).

Saat ditanya apakah China yang akan bermitra dengan Huayou di Proyek Titan, Nico mengatakan sebetulnya Antam sudah bekerja sama dengan perusahaan China yakni Ningbo Contemporary Brun Lygend (CBL), yang merupakan anak usaha raksasa baterai global Contemporary Amperex Technology Co Ltd (CATL).

“Kan itu juga jalan, mesti kita jalankan dahulu. Nah, [hal] yang ini kita mesti lihat dan enggak membatasi diri. Pak Prabowo juga bilang, saya tidak ada preferensi terhadap siapa, negara [yang ingin kerja sama],” imbuhnya.

“Kita akan selalu merangkul semua negara yang juga ingin berkolaborasi dengan Indonesia.”

Pangsa CATL dalam pasar baterai EV global./dok. Bloomberg

Tujuh Besar

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memastikan mitra baru Huayou di Proyek Titan adalah perusahaan yang masuk peringkat tujuh besar di dunia.

“Ada pasti mitranya [Huayou]. Ini salah satu perusahaan yang masuk tujuh besar di dunia. Enggak mungkin dong kami memasukkan partner yang belum comply dan belum teruji. Semuanya sudah teruji,” kata Bahlil ditemui di Kementerian ESDM, Senin (28/4/2025) petang.

Bahlil tidak mempersoalkan negara asal investor yang akan menanamkan modalnya di proyek tersebut.

Menurutnya, selama negara tersebut bersedia untuk mengembangkan ekosistem kendaraan baterai listrik di Indonesia, pemerintah menyetujuinya.

“Kita sekarang tidak menghitung mau China, Arab, Eropa, Korea yang mau ke Indonesia; aku enggak membedakan. Kita jangan pakai yang ini, tetapi kalau kita ingin si A yang datang. Akan tetapi, kalau dia enggak datang, masak kita mau nunggu dia?" jelas Bahlil.

Di sisi lain, Indonesia Battery Corporation (IBC) berminat menggaet investor dari Amerika Serikat (AS) untuk terlibat dalam megaproyek baterai EV, yang dijuluki Indonesia Grand Package, usai hengkangnya LGES.

VP Commercial and Marketing IBC Bayu Hermawan mengatakan sejak 2—3 tahun terakhir, holding BUMN untuk sektor baterai tersebut sudah melakukan penjajakan dengan berbagai calon investor, termasuk dari AS.

“Memang ada beberapa item yang kita masih coba menjajaki ya. Value proposition apa yang bisa kita bawa dan value proposition apa yang mereka bawa. Segala macam itu sih sebenarnya,” ujarnya ditemui di sela acara RE: Invest Indonesia, Kamis (24/4/2025).

Selain dengan AS, kata Bayu, IBC menjajaki calon investor dari berbagai negara dan kawasan termasuk Eropa, Australia, Korea Selatan, Jepang, dan China. 

Sekadar catatan, Huayou sendiri sebenarnya bukan 'wajah baru' di Proyek Titan. Lewat head of agreement (HoA) yang diteken pada 2021, konsorsium LGES saat itu menggandeng beberapa rekanan produsen dan manufaktur yang mayoritas berbasis di Korea Selatan seperti LGES, LG Chem, LG International dan Posco.

Sementara itu, satu mitra mereka berasal dari China yakni Huayou Holding. Namun, dalam perkembangannya, Proyek Titan kerap diterpa isu negosiasi yang alot dengan pihak LGES.

(mfd/wdh)

No more pages