“Kalau mulai produksi [Proyek Dragon], sebenarnya pada akhir 2026, tentu dengan ramping up ya, tidak bisa langsung 100% full.”
Dalam sebuah kesempatan terpisah medio Februari, Direktur Utama IBC Toto Nugroho mensinyalir progres Proyek Dragon relatif tidak mengalami kendala seperti halnya Proyek Titan, lantaran CATL saat ini merupakan produsen terbesar baterai EV dunia.
Pangsa pasar baterai CATL mencakup hampir 38% global.
Di Proyek Dragon, yang memiliki taksiran investasi sekitar US$5,6 miliar (Rp94,57 triliun), lingkup kerja samanya dibagi antara kongsian Antam-CBL dan IBC-CBL.
Kerja sama Antam-CBL mencakup tiga usaha patungan atau joint venture (JV) yakni JV 1 untuk lini pertambangan (PT SDA) dengan porsi saham Antam sebesar 51%.
JV 2 untuk smelter pirometalurgi atau rotary kiln electric furnace (RKEF) dan kawasan industri (PT FHT) dengan porsi Antam sebesar 40%. Serta, JV 3 untuk pabrik hidrometalurgi atau high pressure acid leaching (HPAL) dengan porsi Antam sebesar 30%.
Sementara itu, lingkup proyek IBC-CBL yakni JV 4 untuk proyek material baterai dengan porsi IBC 30%, JV 5 proyek sel baterai dengan porsi IBC 30%, dan JV 6 proyek daur ulang baterai dengan porsi IBC 40%.
“Jadi setelah dari HPAL-nya Antam, ada baterry materials [untuk] mengubah dari yang HPAL itu menjadi calon baterai dan juga katoda. Nah setelah baterry materials itu masuk ke baterry cell yang 15 GWh. Itu kapasitas cukup mungkin untuk secara jumlah mobil, hampir 120.000—130.000 kendaraan EV per tahun,” ucap Toto.
Dihubungi secara terpisah, Corporate Secretary PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam Syarif Faisal Alkadrie memastikan perginya LGES dari proyek kongsi dengan IBC itu tidak akan memutuskan misi pengembangan ekosistem baterai EV yang sedang dipacu pemerintah.
“Proyek pengembangan baterai listrik di Indonesia melibatkan multistakeholders, termasuk Antam sebagai penyedia bahan baku nikel,” ujarnya saat dimintai konfirmasi, Selasa (22/4/2025).
“Hingga saat ini, Antam tetap berkomitmen pada rencana strategis pengembangan hilirisasi nikel, termasuk kolaborasi dengan mitra potensial lainnya.”
Faisal pun meyakini Indonesia akan tetap menjadi tujuan utama investasi baterai EV karena kekayaan nikel dan dukungan kebijakan yang diberikan pemerintah.
Dia menggarisbawahi investor asing lain, seperti CBL, masih maju jalan menggarap proyek baterai serupa dengan yang ditinggalkan oleh LGES.
“Beberapa investor lain seperti CBL masih aktif menggarap proyek serupa. Kami akan terus memantau perkembangan dan berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait,” ujarnya.
Sekadar kilas balik, pada 14 April 2022, Antam terlibat dalam Framework Agreement untuk membangun proyek baterai EV terintegrasi bersama IBC, CBL, dan konsorsium LGES.
Kerja sama keempatnya merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan prastudi kelayakan secara bersama. Kesepakatan itu merupakan cikal-bakal pembentukan perusahaan patungan atau joint venture (JV) di setiap rantai nilai baterai EV antara ANTM, CBL, LGES, dan IBC.
Pada Deember 2023, Antam akhirnya resmi berkongsi dengan CBL untuk proyek baterai tersebut. Kerja sama itu dilakukan dengan jual beli saham anak usaha Antam, yakni PT Sumberdaya Arindo dan PT Feni Haltim.
Sementara itu, CBL juga melakukan transaksi kerja sama itu melalui anak perusahaannya, Hong Kong CBL Limited (HKCBL).
(wdh)





























