Sedangkan bila menghitung sejak periode ketika perang dagang pecah, atau sejak posisi akhir Maret, hanya IHSG yang sudah mencatat kinerja positif dengan kenaikan 1,9% dan total return tercatat sebesar 3,45%.
Indeks saham lain, demikian dalam riset Trimegah, masih merah pada saat yang sama. Indeks sahama AS, S&P 500, misalnya, masih -5,58%. Lalu, indeks saham Jerman DAX, juga masih minus 3,16%.
Di Asia, indeks saham Nikkei Jepang masih ambles 7,75% selama April. Disusul. oleh Hang Seng yang juga turun 6,39%. CSI 300, indeks saham Tiongkok, juga masih tergerus 3,7%. Begitu juga Kospi Korea dan FTSE Malaysia yang masih mencatat kinerja negatif 3,13% dan 2,25%.
"Dari 8 negara yang diamati, hanya Indonesia yang secara konsisten mencatat rebound dua digit pasca 27 Maret, saat dampak perang dagang mulai memukul sentimen global," kata Fakhrul.
Menurut ekonom, pemulihan pasar saham domestik yang cepat mencerminkan kepercayaan investor terhadap stabilitas domestik, ketahanan permintaan lokal serta optimisme terhadap arah kebijakan ekonomi yang pro-investasi.
Ke depan, menurut Fakhrul, pemerintah harus mempertahankan komunikasi yang baik kepada pasar keuangan, sehingga pasar bisa memiliki ekspektasi yang jelas tentang program-program pemerintah. Dalam beberapa bulan kedepan, fokus kita akan sangat tertutuju pada kejelasan dan eksekusi program pemerintah.
“Pasar Indonesia sempat terkoreksi di tengah kekhawatiran global, tapi karakteristik permintaan domestik yang kuat, akan membuat rebound ini bisa berlanjut,” ujar Fakhrul.
Hal yang berikutnya harus dilakukan pemerintah adalah percepatan belanja pasca realokasi anggaran. Pemulihan ini juga dinilai menjadi indikasi penting bagi investor internasional, bahwa Indonesia tetap menjadi kandidat utama untuk diversifikasi portofolio di tengah dunia yang makin terfragmentasi secara geopolitik.
Rekomendasi Saham
Hari ini, salah satu bank investasi global Eropa yakni UBS, menaikkan rekomendasi saham Indonesia menjadi 'overweight'.
Melansir Bloomberg News, Kamis (24/4/2025), kenaikan rekomendasi saham dari bank global untuk saham RI itu dilatarbelakangi oleh pandangan kondisi domestik yang defensif, dengan valuasi saham Indonesia kini sudah dekat dengan level terendah saat Pandemi Covid-19. Serta adanya potensi dukungan dari dana-dana besar pelat merah.
"Sehabis ini seharusnya asing sudah bisa masuk [lagi] dengan beberapa broker sudah upgrade [peringkat saham] Indonesia," kata Fakhrul.
Kemerosotan IHSG sejak pertama kali terjungkal sentimen tarif praktis hanya berlangsung singkat. Tercatat, IHSG ditutup merah hanya tiga kali selama April ini, yaitu pada 8-9 April dan 16 April.
Selebihnya, indeks terus ditutup hijau berkat masih getolnya belanja investor lokal baik institusi maupun ritel, yang didorong oleh langkah buyback emiten juga sentimen positif pembagian dividen.
Sementara investor asing selama April mencatat net sell sebesar US$ 1,21 miliar atau setara dengan Rp20,43 triliun.
Peluang BI Rate Turun
Indeks saham berpeluang makin melesat bila respons kebijakan para pembuat keputusan di Tanah Air memitigasi dampak perang dagang secara taktis.
Dampak perang dagang diperkirakan cukup memukul perekonomian hingga laju PDB tahun ini diprediksi terperosok hingga cuma tumbuh 4,7% menurut perkiraan terbaru IMF.
Sinyal dari Bank Indonesia terkait peluang pelonggaran moneter bisa jadi katalis bagus bagi indeks saham selanjutnya.
Berdasarkan informasi yang diterima analis, "...Menyiratkan bahwa pemangkasan suku bunga sedang dibahas secara intensif dalam rapat Dewan Gubernur BI [kemarin]. Maka itu, kami memajukan ekspektasi pemangkasan suku bunga BI rate sebesar 25 bps pada Mei atau Juni nanti dari tadinya diperkirakan pada Semester 1-2025 karena nilai rupiah sudah dinilai terlalu rendah," kata Head of Research Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro dan Research Analyst Lintang dalam catatannya, dikutip Kamis (24/4/2025).
Dalam pada itu, analis memperkirakan BI rate bisa ke level 5% pada akhir tahun ini dengan asumsi akan terjadi pemangkasan lagi sebesar 25 bps sebanyak dua kali pada paruh kedua tahun 2025.
Pelonggaran moneter akan memberi dukungan pada saham-saham perbankan yang selama ini menjadi tulang punggung indeks. Konsumsi masyarakat juga bisa diharapkan berangsur pulih dengan situasi likuiditas yang lebih leluasa. Itu diharapkan bisa memberi dampak baik bagi emiten-emiten sektor konsumsi di bursa.
(rui/aji)


























