Logo Bloomberg Technoz

"Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 sedikit di bawah titik tengah kisaran 4,7-5,5%, dipengaruhi dampak langsung kebijakan tarif AS yang menurunkan ekspor Indonesia ke AS dan dampak tidak langsung akibat penurunan permintaan ekspor dari mitra dagang lain Indonesia, terutama Tiongkok," kata Perry Warjiyo, Gubernur BI dalam taklimat media siang hari ini.

Itu berarti, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini kemungkinan tak sampai 5,1%. Menilai dampak perang dagang yang bisa makin memperlemah laju perekonomian, BI mengatakan, berbagai kebijakan perlu diperkuat demi memitigasi dampak penurunan prospek pertumbuhan ekonomi global.

"Dengan mendorong permintaan domestik dan memanfaatkan peluang peningkatan ekspor," kata Perry.

Pernyataan itu menyiratkan bahwa otoritas menyadari adanya kebutuhan yang cukup mendesak akan kebijakan yang lebih longgar.

Pada bagian lain, Perry juga menyebut sejumlah bank mulai menghadapi kendala dalam meningkatkan pendanaan baik dari Dana Pihak Ketiga (DPK) maupun sumber lainnya untuk penyaluran kredit.

Kendala itu mungkin juga menyiratkan terjadinya kondisi likuiditas lebih ketat, menjelaskan mengapa pertumbuhan kredit pada Maret lalu cuma 9,61%, jauh di bawah perkiraan BI sebesar 11%-13% tahun ini. Perry lantas mengulangi lagi pernyataannya bulan lalu, bahwa bank sentral masih mencari ruang untuk memangkas bunga acuan ke depan.

Ekonom Bloomberg Economist Tamara Mast Henderson menilai, berdasarkan pembacaan atas penjelasan keputusan BI, peluang pemangkasan bunga acuan pada kuartal II-2025 ini masih terbuka sebesar 25 basis poin.

"Mengingat prospek pertumbuhan ekonomi yang terlihat lebih suram, kami memperkirakan BI akan memangkas bunga acuan sebesar 50 basis poin sebelum akhir tahun ini," kata Tamara.

Menunggu 'Terdesak'

Kepala Ekonom Trimegah Securities Fakhrul Fulvian menilai keputusan BI hari ini memang menegaskan lagi pertimbangan otoritas yang lebih besar terhadap volatilitas rupiah, di kala dana asing yang masuk kemungkinan akan lebih kecil tahun ini.

"Di sisi lain, dengan semakin bertambahnya waktu dan perlambatan ekonomi yang terasa, urgency untuk pemotongan suku bunga akan semakin terbangun menuju ke tengah tahun," kata Fakhrul.

Ekonom menilai, para pembuat kebijakan seharusnya sadar bahwa fenomena perang dagang akan berdampak deflationary terhadap Indonesia. "Mempertahankan confidence akan menjadi hal yang makin urgent dari hari ke hari," katanya. 

Berikut ini beberapa poin penting hasil Rapat Dewan Gubernur bulan April yang penting digarisbawahi para investor dan pelaku ekonomi:

  • BI menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi global dari 3,2% menjadi 2,9% akibat perang dagang
  • BI menilai ketidakpastian pasar keuangan global makin besar akibat perang tarif, mendorong perilaku risk aversion pemilik modal termasuk memicu arus keluar modal global dari pasar negara berkembang yang melemahkan mata uang
  • BI mengatakan, pemburukan kondisi global membutuhkan penguatan respons dan koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan eksternal, mengendalikan stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi domestik
  • BI masih mencari peluang memangkas bunga lagi di mana potensi pelonggaran moneter akan bergantung pada prospek pertumbuhan dan inflasi
  • BI memperkirakan ekonomi RI tahun ini akan cenderung tumbuh sedikit di bawah titik tengah perkiraan yang antara 4,7%-5,5% 
  • BI masih menilai inflasi akan bisa terkendali di targetnya yaitu di kisaran 1,5%-3,5% tahun ini. Pada kuartal 1-2025, inflasi di bawah target karena adanya diskon tarif listrik. Sementara inflasi inti berada di tengah target inflasi umum antara 1,5%-3,5%
  • BI menyebut sejumlah bank kesulitan menghimpun dana, yang menjelaskan lambatnya pertumbuhan kredit sampai Maret lalu
  • BI akan memperkuat upaya stabilisasi rupiah melalui intervensi di pasar offshore-NDF, juga triple intervention di pasar spot, domestik NDF dan SBN di pasar sekunder
  • BI telah membeli SBN sebagai bagian dari operasi moneter senilai Rp80,98 triliun, sepanjang tahun ini hingga data 22 April 2025. Terdiri atas Rp54,98 triliun di pasar sekunder dan Rp26 triliun di pasar primer
  • BI menaikkan KLM untuk mendukung pertumbuhan kredit perbankan yaitu dari 4% menjadi 5% dari DPK mulai 1 April lalu
  • BI mengatakan, hasil stress test menunjukkan ketahanan perbankan tetap kuat
  • BI memperkirakan pertumbuhan kredit perbankan tahun ini akan menuju batas bawah kisaran 11%-13%

Perkembangan data:

  • Selama April 2025 hingga tanggal 21 April, terjadi outflows (aliran keluar modal asing) senilai US$ 2,8 miliar
  • Suku bunga pasar uang, INDONIA, turun dari 6,03% pada awal Januari menjadi 5,77% per 21 April lalu (Pada 27 Maret, INDONIA sempat melejit tertinggi di 6,673%. Sementara selama April, INDONIA)
  • Total outstanding SRBI, SVBI dan SUVBI sampai data 21 April mencapai Rp881,86 triliun, US$ 1,40 miliar dan US$ 277 juta
  • Kepemilikan investor asing di SRBI makin mengecil tinggal Rp209,9 triliun, setara 23,8% dari outstanding
  • Pertumbuhan kredit perbankan pada Maret tercatat 9,16%, lebih rendah dibanding Februari 10,3%.
  • dan masih di bawah kisaran perkiraan BI tahun ini antara 11%-13%
  • Likuiditas perbankan dinilai memadai tecermin dari rasio Alat Likuid terhadap DPK yang mencapai 26,22% pada Maret 

-- dengan bantuan laporan dari Dovana Hasiana

(rui/aji)

No more pages