Logo Bloomberg Technoz

Nah, mungkin yang subject priority-nya di situ, ada EV battery ecocsystem. Kan kita sudah sama CATL, tetapi yang sama LG kan batal,” ujarnya.

Dilo tidak mendetailkan alasan LGES hengkang dari Proyek Titan, tetapi menyinggung ihwal perbedaan prinsip dengan pihak Indonesia dalam proses penjajakan.

Baterai untuk mobil listrik produksi LG Energy Solution. (Dok: Bloomberg)

Sengkarut Proyek Titan

Untuk diketahui, Proyek Titan merupakan salah satu dari lima megaproyek baterai EV yang ada di Indonesia, selain Dragon, Omega, BESS, dan Volt.

Proyek Titan digadang-gadang bakal menjadi fasilitas produksi baterai EV terintegrasi yang akan menjadi jembatan Indonesia sebagai pemain besar dalam rantai pasok baterai global.

Proyek ini pada mulanya dirancang untuk melibatkan konsorsium Korsel yang terdiri dari LGES, LG Chem, LX International, dan mitra lainnya dengan komitmen investasi sekitar 11 triliun won atau setara US$7,7 miliar. 

Namun, dalam perkembangannya, Proyek Titan kerap diterpa isu negosiasi yang alot dengan pihak LGES. Dilaporkan Bloomberg Technoz sejak awal Februari 2023, rencana MIND ID mengembangkan fasilitas produksi baterai EV bersama LGES memang sudah terendus terancam batal.

Pembentukan perusahaan patungan LG dengan holding BUMN baterai, yang saat itu masih bernama Indonesia Battery Corporation (IBC), masih penuh tanda tanya sejak September 2022.

LG Energy (Sumber: Bloomberg)

Menurut Direktur Utama MIND ID saat itu, Hendi Prio Santoso, kelanjutan dari pengembangan ekosistem baterai EV dengan LGES masih belum jelas lantaran negosiasi antara kedua belah pihak mandek

LGES bahkan menyerahkan kembali negosiasi kepada rekanan konsorsium Zhejiang Huayou Cobalt Co  lantaran menemukan aspek yang kurang pada proyek Titan tersebut.

"Kami dapat informasi dari Antam bahwa LG itu masih belum jelas statusnya, tetapi LG mendorong anggota konsorsiumnya Huayou [Zhejiang Huayou Cobalt] untuk melanjutkan diskusi dan negosiasi," kata Hendi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, menjawab pertanyaan Sugeng Suparwoto dari Partai NasDem, Senin (6/2/2023).

Hendi menyebut perwakilan Antam sudah bernegosiasi dengan pihak Zhejiang Huayou Cobalt. Namun, negosiasi itu juga tak berjalan mulus lantaran MIND ID menilai perusahaan tersebut bukan mitra bisnis yang tepat untuk Antam.

Sebab, portofolio Zhejiang Huayou Cobalt lebih banyak pada pengembangan smelter, alih-alih produksi baterai. Hal ini tidak sesuai dengan target MIND ID yang ingin berfokus pada investasi dan pengembangan fasilitas produksi baterai kendaraan listrik.

"Akan tetapi, kami menilai bahwa Huayou bukan counterpart yang seimbang dengan Antam untuk melanjutkan proses negosiasi. Jadi kami masih menginginkan bahwa adanya konsorsium yang lengkap sampai ke produksi baterai kendaraan listriknya," tutur Hendi.

Untuk diketahui, Zhejiang Huayou Cobalt merupakan perusahaan tambang asal China yang bekerjasama dengan LG di proyek tersebut.

Keduanya sepakat membentuk perusahaan patungan pada Juli 2022 untuk mengekstraksi nikel, kobalt, dan litium dari baterai bekas, kompenen utama untuk produksi baterai kendaraan listrik.

Logo LG Energy Solution Ltd./Bloomberg-SeongJoon Cho

Divestasi Antam

Namun, sehari setelahnya, pada 8 Februari 2023, Antam mencoba meyakinkan bahwa kerja sama pengembangan industri baterai kendaraan listrik IBC dengan LGES masih akan berlanjut seperti kesepakatan awal.

Corporate Secretary Antam saat itu, Syarif Faisal Alkadrie, menyebut Antam telah menyelesaikan proses pemisahan (spin off) anak usahanya yang akan diikutsertakan dalam proses pengembangan baterai kendaraan listrik bersama LGES.

Sebagai catatan, per 30 September 2022 Antam resmi melalukan pemisahan dua anak usahanya yang menjalankan bisnis nikel, yakni PT Nusa Karya Arindo (NKA) dan PT Sumberdaya Arindo (SDA), dengan nilai Rp9,8 triliun.

“Saat ini, terdapat proses diskusi di internal konsorsium LGES terkait dengan komposisi partisipasi antaranggota konsorsium LGES mengenai keterlibatan pada pembangunan setiap lini rantai industri baterai kendaraan listrik,” katanya ketika dihubungi oleh Bloomberg Technoz, Rabu (08/02/2023).

Menurut Faisal, diskusi tersebut dibutuhkan lantaran proyek yang akan dikembangkan tidak sekadar fasilitas produksi baterai kendaraan listrik. ANTM dan LGES akan mengembangkan industri baterai kendaraan listrik yang holistik dari hulu ke hilir.

“Dari tambang hingga battery recycling [daur ulang baterai]. Proses diskusi lanjutan akan dilaksanakan setelah ada finalisasi komposisi dan bentuk kerja sama dari sisi konsorsium LGES,” tuturnya.

Empat bulan setelahnya, pada 13 Juni 2023, giliran IBC yang memastikan investasi pabrik baterai kendaraan listrik LGES di Indonesia tetap berjalan sesuai dengan rencana.

Direktur Utama IBC saat itu, Toto Nugroho, mengatakan IBC tengah menunggu keputusan akhir terkait dengan investasi LGES dari pemerintah. Pemerintah pun terus melakukan penyusunan struktur akhir investasi tersebut, termasuk pembagian saham dalam konsorsium.

"Intinya, sekarang dari aspek kementerian [Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal] sedang melakukan struktur akhir dari LG. Jadi, itu yang sudah dicanangkan dan harusnya pekan ini ada kabar lagi,” katanya ketika ditemui usai acara peluncuran Battery Asset Management Services di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Senin (13/6/2023).

Perjanjian Dagang

Selain menyusun pembagian saham dalam konsorsium, pemerintah menyiapkan perjanjian perdagangan bebas terbatas atau limited free trade agreement (FTA) dengan Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS) untuk mendukung investasi LGES.

Hal tersebut perlu dilakukan agar produk baterai kendaraan listrik yang diproduksi di Indonesia bisa lebih kompetitif, khususnya dari segi harga. Terlebih, saat itu AS di bawah Presiden Joe Biden sedang galak-galaknya menghunus kebijakan Inflation Reduction Act (IRA) yang mengucilkan nikel asal Indonesia dari rantai pasok baterai EV global.

“Intinya, bagaimana Indonesia bisa melayani seluruh market. Jadi, bukan hanya China saja, tetapi ke AS, Korea [Selatan],  dan Eropa. Strategi yang paling penting salah satunya adalah bagaimana Indonesia melakukan limited FTA,” ungkap Toto.

Lebih lanjut, Toto menyebut dirinya sejak awal meyakini jika LGES tetap akan melanjutkan komitmen investasinya di Indonesia. Sebab, perusahaan asal Korea Selatan itu juga sudah bekerja sama dengan pabrikan otomotif Hyundai untuk memproduksi sel baterai.

"Pasti karena mereka [LGES] sudah investasi di hilir dan pasti, begini mereka sudah membuat pabrik baterai di sini, mereka  harus memberikan suplai. Tidak mungkin mereka impor dari Korea untuk katoda dan anodanya jadi itulah kenapa nanti harus ada pasokan dari Indonesia terkait dengan bahan bakunya," tuturnya.

LG Energy Solution (Sumber: Bloomberg)

Investasi Omega

Meskipun hengkang dari Proyek Titan, LGES memastikan operasi mereka yang ada di Indonesia akan terus berlanjut tanpa terpengaruh.

Termasuk di dalamnya soal proyek pabrik baterai Hyundai LG Indonesia (HLI) Green Power, usaha patungan LGES dengan Hyundai Motor Group yang didirikan pada 2022, atau yang disebut Proyek Omega. LGES mengonfirmasi akan mempertahankan jadwal produksinya.

"Komitmen kami terhadap Indonesia tetap kuat melalui operasi kami yang mapan," kata juru bicara LG. "Kami mengambil pendekatan yang lebih selektif terhadap investasi di lingkungan pasar saat ini, dengan berfokus pada fasilitas dengan potensi produksi langsung daripada proyek pengembangan jangka panjang."

Untuk Proyek Omega, fasilitas produksi yang saat ini telah terbangun di Karawang New Industry City (KNIC) merupakan fase pertama dari dua fase yang telah direncanakan oleh PT HLI Green Power.

Pembangunan fase pertama ini menelan investasi senilai US$1,1 miliar (sekitar Rp50,39 triliun asumsi kurs saat ini), dengan kapasitas produksi sebesar 10 GWh. Hingga pertengahan 2023, perusahaan telah mampu menyerap tenaga kerja Indonesia sebanyak 1.000 orang.

Nantinya, badan usaha milik negara (BUMN) bakal mendapatkan kesempatan untuk bernegosiasi dan memegang saham secara minoritas.

Adapun, pabrik baterai ini bakal memproduksi untuk kebutuhan dalam negeri dan ekspor yang terintegrasi dengan pabrik EV Hyundai yang menggunakan nikel Indonesia. 

Sekadar catatan, sampai dengan kuartal III-2024, laba LGES mengalami penurunan hampir 40% akibat anjloknya penjualan baterai EV global. Laba operasi LGES selama tiga bulan yang berakhir pada 30 September adalah 448,3 miliar won (US$332 juta).

Meskipun angka itu lebih tinggi dari perkiraan analis sebesar 428,5 miliar won, realisasi tersebut turun 39% dari tahun sebelumnya, menurut data yang dikumpulkan oleh Bloomberg.

*)  Catatan redaksi: Artikel ini telah mengalami perubahan setelah ada atas penjelesan dan klarifikasi dari pihak MIND ID terkait dengan hengkangnya LGES dari Proyek Titan.

(wdh)

No more pages