Logo Bloomberg Technoz

Adapun, harga gas alam cair atau liquefied natual gas (LNG) Rusia tidak terdata secara konsisten di tengah sanksi Barat, tetapi negara tersebut merupakan pemilik cadangan LNG terbesar di dunia. Walakin, Indonesia mengeklaim tidak membutuhkan impor LNG saat ini karena pasokan domestik yang mencukupi.

Kapal Pengangkut Minyak Rusia Siap Ekspor.

Jika RI kerja sama dengan Rusia, Hadi yang juga Direktur Utama PT Petrogas Jatim Utama Cendana (PJUC) itu menuturkan syarat dan ketentuan yang berlaku memang tidak akan serumit dengan negara lain seperti Amerika Serikat (AS). 

“Dengan demikian, dari sisi komersial, Rusia sebenarnya merupakan mitra yang cocok untuk impor crude [minyak mentah] dan LNG, serta kerja sama di bidang kilang minyak dan teknologi perminyakan,” kata Hadi saat dihubungi, Senin (21/4/2025).

Kecocokan Teknologi

Hadi, yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI), mengatakan selama ini teknologi perminyakan masih didominasi oleh negara-negara Barat. 

Teknologi Rusia, padahal, juga tidak kalah bagus. Hanya saja, Indonesia lebih terbiasa dengan teknologi Barat sehingga tidak familiar dengan keunggulan teknologi perminyakan Rusia.

“Kita butuh teknologi yang kompetitif untuk meningkatkan lifting migas,” ujarnya.

Dia menjelaskan impor minyak di Tanah Air sebagian besar berasal dari Arab Saudi dan Singapura. Jika pemerintah terbuka untuk mengimpor minyak dari Rusia, maka akan terjadi realokasi impor. 

Meskipun Rusia menawarkan harga migas yang kompetitif, Hadi menilai kerja sama minyak mentah dan LNG dari Rusia belum bisa dilakukan dalam jangka pendek, mengingat sejumlah sanksi masih berlaku hingga saat ini. 

Dengan demikian, pemerintah perlu berhitung dengan cermat dari sisi komersial dan geopolitik. Apalagi, AS mengenakan tarif imbal balik sebesar 32% yang direncanakan Presiden Donald Trump.  

“Banyak sekali tali-temali kepentingan Indonesia-AS termasuk regulasi perdagangan baru di bawah Trump,” imbuhnya.

Akan tetapi, dalam jangka menengah dan panjang Indonesia bisa melakukan perdagangan dan menguntungkan dengan Rusia. Hal ini karena posisi BRICS yang makin kuat dan peta jalan Jalan Sutera China yang makin menunjukkan taringnya.

Nah, baru aman untuk melakukan perdagangan yang fair dan menguntungkan dengan Rusia,” tutur Hadi. 

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana pekan lalu mengatakan pemerintah akan mengeksplorasi semua potensi kerja sama sektor energi dengan Rusia, tidak terkecuali untuk pembelian minyak mentah.

"Ya kita semua potensi kerja sama kita eksplorasi," ujar Dadan saat ditemui di sela agenda Pertemuan Sidang Komisi Bersama ke-13 antara Indonesia dan Rusia di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Selasa (15/4/2025).

Kendati demikian, Dadan mengatakan pertemuan dengan delegasi Rusia tersebut bukan membahas negosiasi perjanjian kerja sama untuk kontrak pembelian minyak, tetapi untuk mengeksplorasi berbagai potensi kerja sama.

"Ini kan bukan perjanjian kerja sama kontrak segala macam, ini antarpemerintah dengan pemerintah, kita mengeksplorasi," ujarnya.

Lain sisi, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian Edi Prio Pambudi mengungkapkan pemerintah belum membahas konkret rencana membeli minyak mentah dari Rusia.

Menurut Edi, saat ini kedua negara baru menjajaki dan melihat semua kemungkinan. "Belum ada, kita baru menjajaki dan melihat semua kemungkinan," ujar Edi.

Sinyal Indonesia bisa membeli minyak dari Rusia pernah dilemparkan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan usai resmi bergabung secara penuh dalam aliansi Brasil, Russia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS) pada Senin (6/1/2025).

Menurut Luhut, pada dasarnya Indonesia bisa membeli minyak dari mana pun, termasuk dari Rusia, sepanjang transaksinya menguntungkan Indonesia dengan mendapatkan harga yang lebih murah dibandingkan dengan mengimpor dari negara lain.

"Ya ke mana saja kalau menguntungkan Republik Indonesia kita beli, kalau kita ada dari bulan kita beli [...] Kalau kita dapat lebih murah US$20 atau US$22 [per barel] kenapa tidak?," ujar Luhut saat ditemui di kantornya, Kamis (9/1/2025).

-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi dan Dovana Hasiana

(wdh)

No more pages