Indeks dolar AS pagi ini bergerak menguat sedikit di 99,56, setelah dini hari tadi ditutup melemah 0,83%.
Secara teknikal, rupiah memiliki level resistance terdekat di Rp16.800/US$. Bila penguatan berlanjut, rupiah bisa menuju Rp16.770/US$.
Sebaliknya bila terjadi tekanan jual lagi, rupiah memiliki support di Rp16.850/US$ hingga Rp16.900/US$, dengan mencermati support kuat di Rp16.940/US$.
Selama nanti rupiah bertengger di atas Rp16.900/US$ usai pelemahan, maka ada potensi pelemahan lebih lanjut hingga Rp17.000/US$ hingga Rp17.100/US$ menyusul tekanan sebelumnya.
Sebaliknya apabila terjadi penguatan optimis di Rp16.750/US$ dalam tren jangka menengah (Mid-term), maka rupiah berpotensi terus menguat dan uji resistance baru hingga Rp16.600/US$.
Stabilnya pergerakan rupiah pagi ini berlangsung ketika indeks saham domestik kembali bangkit setelah ditutup melemah kemarin. IHSG dibuka menguat 0,11%.
Aksi pembelian juga terlihat membesar di pasar surat utang negara. Mayoritas yield SUN pagi ini, seperti terlihat dari OTC Bloomberg, bergerak turun sedikit terutama tenor 2Y yang turun 1,1 bps. Lalu tenor 5Y turun 0,2 bps. Tenor 12Y bahkan terpangkas yield-nya 5,2 bps. Sedangkan tenor acuan 10Y masih stabil di 6,949%.
Global masih waspada
Sentimen risk-off sejatinya tengah meningkat di pasar global pasca pernyataan Gubernur Federal Reserve Jerome Powell serta 'vonis' pengenaan tarif AS kepada Tiongkok hingga 245%.
Dana global berbondong-bondong menyerbu aset safe haven seperti emas hingga komoditas berharga itu kembali memecahkan rekor tertinggi baru di US$ 3.357,78 per troy ounce. Para pemodal juga menyerbu surat utang AS, US Treasury, di mana yield-nya terpangkas ke 4,288% untuk tenor 10Y.
Jerome Powell memperingatkan bahwa perang dagang dapat mengancam target bank sentral dalam hal lapangan kerja dan inflasi. Pernyataan itu menjadi sinyal kehati-hatian bank sentral terkait dinamika seputar kebijakan tarif Donald Trump, Presiden AS, membuyarkan harapan bahwa The Fed akan cepat bertindak meredakan kekhawatiran investor.
Sentimen risk off juga menguat setelah proyeksi perdagangan global direvisi oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yang memperkirakan bahwa perdagangan global akan turun 0,2% pada 2025—hampir tiga poin persentase lebih rendah dibandingkan proyeksi tanpa adanya tarif baru.
(rui)




























