Volume ekspor CPO Indonesia pada 2024, padahal, hanya mencapai 21,6 juta ton alias terjerembap 17,33% dari realisasi tahun sebelumnya.
“Indonesia sangat mungkin mencapai mandatori B40 pada 2025 karena ada pertumbuhan yang kuat dalam produksi minyak sawit, dengan sekitar 1,8 juta metrik ton tersedia untuk produksi biodiesel,” tulis laporan tersebut.
Menurut catatan S&P, RI berhasil mengumpulkan US$2,3 miliar dari pungutan ekspor CPO pada 2023 dan mendanai biodiesel B35 sebesar US$1,37 miliar dalam bentuk “subsidi”.
Untuk diketahui, sejak 21 September 2024, pemerintah merevisi tarif pungutan ekspor untuk CPO dan produk turunannya. Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Keuaangan No. 62/2024 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum BPDPKS pada Kemenkeu.
Sesuai beleid itu, tarif PE dipatok sebesar 7,5% dari harga referensi CPO, sedangkan produk turunannya bervariasi antara 3%; 4,5%; dan 6% dari harga referensi minyak sawit yang ditentukan Kementerian Perdagangan.
Konsumsi B40
Di dalam laporannya, S&P juga memperkirakan permintaan biodiesel B40 mencapai 12 juta ton pada 2025, naik dari realisasi konsumsi B35 sebanyak 10 juta ton tahun lalu.
“Permintaan tambahan untuk biodiesel yang diakibatkan oleh peningkatan mandat pencampuran akan menunjukkan tambahan 1,9 juta metrik ton minyak sawit yang akan dialihkan untuk produksinya,” tulis mereka.
Ketersediaan CPO sebagai bahan baku untuk produksi biodiesel juga dinilai tidak akan menjadi masalah, lantaran produksi diperkirakan meningkat dari 48,0 juta metrik ton pada 2024 menjadi 50,1 juta metrik ton pada 2025.
Prospek peningkatan produksi CPO tersebut ditopang oleh potensi pemulihan tingkat hasil panen di tengah prospek cuaca yang membaik dan ketersediaan pupuk yang lebih baik.
Sekadar catatan, Indonesia menyumbang 60% produksi minyak sawit secara global, diperkirakan mencapai 50 juta metrik ton, dan merupakan konsumen biodiesel terbesar di kawasan Asia-Pasifik.
Dari perspektif pelaku industri, dana subsidi biodiesel diyakini masih akan mencukupi untuk menopang program B40 tahun ini, dengan catatan kinerja ekspor CPO dan derivatifnya bisa mencapai setidaknya 30 juta ton/tahun pada 2025.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan ketersediaan dana untuk membiayai produksi B40 segmen pelayanan umum atau public service obligation (PSO) akan sangat tergantung pada hasil PE CPO.
“Jadi, [kecukupan dana subsidi untuk B40] tergantung berapa volume ekspor CPO. Kalau ekspor masih sekitar 30 juta ton per tahun, seharusnya mencukupi,” kata Eddy.
Dia menerangkan, ekspor CPO sepanjang tahun (full year) pada 2024 kemungkinan hanya akan tercapai sekitar 27 juta ton, lantaran harga CPO tahun lalu lebih mahal dibandingkan dengan minyak nabati lainnya seperti bunga matahari dan kedelai.
Hal tersebut menjadikan permintaan terhadap CPO kurang kompetitif, yang pada akhirnya menekan kinerja ekspor minyak sawit Indonesia.
“Selain itu, kondisi ekonomi negara-negara importir utama CPO juga kurang bagus. Untuk 2025, [ekspor CPO] diperkirakan masih di sekitar 27—30 juta ton,” kata Eddy.
Meski kemungkinan ekspor CPO tahun ini tidak akan banyak berubah dari kinerja yang lesu tahun lalu, dia tetap meyakini dana subsidi biodiesel B40 dari hasil PE yang dikelola BPDPKS masih bisa mencukupi.
“Seharusnya masih cukup. Kenapa demikian? Karena dana BPDPKS hanya membiayai [biodiesel] yang PSO. Angkanya sekitar 7,55 juta kl dari [total target produksi B40 sebanyak] 15,6 juta kl. Sementara itu, untuk yang non-PSO harganya sesuai pasar,” terang Eddy.
Adapun, kebutuhan biaya subsidi untuk menopang program B40 pada tahun ini diperkirakan mencapai Rp47 triliun.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merekapitulasi produksi biodiesel Indonesia pada 2024 menembus 13,5 juta kiloliter (kl) alias 116,4% dari target yang ditetapkan sebanyak 11,3 juta kl.
Adapun, realisasi produksi biodiesel taraf B35 sepanjang tahun lalu tersebut juga jauh melampaui capaian tahun sebelumnya yang sebanyak 12,2 juta kl.
Berbanding lurus dengan capaian tersebut, Kementerian ESDM mengeklaim penghematan devisa yang dibukukan negara berkat program mandatori B35 pada 2024 mencapai US$9,33 miliar atau Rp147,5 triliun.
Sementara itu, peningkatan nilai tambah CPO menjadi biodiesel tercatat sebesar Rp20,98 triliun pada tahun lalu, dengan serapan pekerja sebanyak 14.000 orang off farm dan 1,9 juta orang on farm.
Untuk 2025, seiring dengan dimulainya mandatori B40, pemerintah membidik impor solar dapat diturunkan menjadi 4,6 juta kl dari 7,9 juta kl pada 2024.
Pemerintah telah menetapkan alokasi B40 sebanyak 15,6 juta kl biodiesel sepanjang 2025 dengan perincian 7,55 juta kl diperuntukkan bagi PSO, sedangkan sisanya atau sebanyak 8,07 juta kl dialokasikan untuk non-PSO.
Implementasi program mandatori B40 ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No. 341.K/EK.01/MEM.E/2024 tentang Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Sebagai Campuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Dalam Rangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Sebesar 40%.
(wdh)
































