Dengan frekuensi transaksi mencapai 209 juta kali, fenomena ini menunjukkan betapa besar tantangan dalam pengawasan keuangan nasional, khususnya dalam upaya pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme.
PPATK mencatat mayoritas pelaku judi online berada dalam rentang usia produktif 21—50 tahun, mencapai 92% dari total transaksi. Hal yang lebih mencengangkan, masyarakat dengan penghasilan di bawah Rp1 juta per bulan menghabiskan hampir 70% pendapatannya untuk aktivitas judi online.
Hal ini mengindikasikan bahwa inklusivitas keuangan telah menjangkau masyarakat berpenghasilan rendah, tetapi juga menghadirkan risiko baru dalam tindak pidana keuangan.
"Kemajuan teknologi keuangan memang mempercepat pertumbuhan sektor keuangan dan inklusi keuangan nasional, tetapi juga memberi celah bagi pelaku tindak pidana untuk memanfaatkan sistem ini, baik dalam melancarkan kejahatannya maupun mencuci uang hasil kejahatan tersebut," ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam keterangannya.
Sebagai langkah konkret, PPATK dan LPP yang terdiri dari Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Koperasi, dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menandatangani komitmen bersama tentang Optimalisasi Pengawasan Kepatuhan dalam Penerapan Program APU PPT dan PPSPM bagi penyedia jasa keuangan.
APU PPT dan PPSPM adalah singkatan dari Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme, dan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal.
(prc/wdh)

































