"Tolong diubah itu, TKDN dibikin yang realistis saja. Masalah kemampuan dalam negeri, konten dalam negeri itu adalah masalah luas, itu masalah pendidikan, IPTEK, sains. Jadi itu masalah, enggak bisa kita dengan cara bikin regulasi TKDN naik," tegasnya.
TKDN sendiri menjadi salah satu aspek yang disorot Pemerintah Amerika Serikat (AS) dalam mengenakan tarif resiprokal. TKDN bersama dengan kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) disorot oleh pemerintah Donald Trump karena dinilai sebagai hambatan nontarif.
Menyitir situs resmi Gedung Putih, hambatan nontarif tersebut dimaksudkan untuk membatasi jumlah impor atau ekspor dan melindungi industri dalam negeri. Hal ini juga menghilangkan akses timbal balik produsen AS ke pasar di seluruh dunia.
"Indonesia mempertahankan persyaratan konten lokal di berbagai sektor [TKDN], rezim perizinan impor yang kompleks, dan mulai tahun ini akan mengharuskan perusahaan SDA untuk memindahkan semua pendapatan ekspor ke dalam negeri untuk transaksi senilai US$250.000 atau lebih," sebagaimana dikutip melalui Fact Sheets White House.
Untuk diketahui, salah satu aturan TKDN termaktub dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 29/M-IND/PER/7/2017 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Produk Telepon Seluler, Komputer Genggam, dan Komputer Tablet.
Melalui beleid tersebut, penghitungan nilai TKDN produk telepon seluler, komputer genggam, dan komputer tablet dilakukan atas aspek manufaktur, pengembangan, dan aplikasi.
Penilaian TKDN dilakukan dengan pembobotan, yakni aspek manufaktur dengan bobot 70%; pengembangan bobot 20%; dan aplikasi bobot 10% dari penilaian TKDN produk.
(azr/ros)
































