Logo Bloomberg Technoz

Sebelumnya, Kementerian Perindustrianmengkhawatirkan masih belum jelasnya progres perubahan atau revisi Permendag No. 8/2024 hingga saat ini.

Ketidakjelasan ini dinilai akan memengarui kinerja manufaktur ke depan. Apalagi, Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada Maret tahun ini sedikit mengalami kontraksi sebesar 0,17 poin menjadi 52,9 dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang masih mencapai 53,15, meski masih menunjukkan ekspansif.

"Kami hanya bisa menyampaikan, bahwa momentum terbitnya kebijakan itu sangat menentukan hidup matinya industri manufaktur," ujar Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief dalam konferensi pers secara daring, Rabu (26/3/2025) lalu.

Febri mengatakan jika revisi Permendag tersebut—yang diharapkan untuk memulihkan industri dalam negeri akibat maraknya produk atau barang impor — akan berpengaruh signifikan terhadap kinerja industri manufaktur.

Alasannya, kata dia, permintaan pasar industri manufaktur domestik menyumbang porsi 80%. Angka ini kemudian mampu menggerakkan utilisasi dalam negeri, yang pada akhirnya juga turut mendongkrak kinerja manufaktur.

"Ketika demand-nya ini menurun, maka proses produksi atau utilisasi industri juga akan menurun. Oleh karena itu, kami dari Kemenperin selalu meminta agar ada perlindungan industri untuk menjaga demand pasar domestik," ujar Febri.

"Salah satu perlindungan industri terhadap pasar domestik itu adalah perlindungan atas masuknya produk-produk impor yang sudah diproduksi oleh industri dalam negeri."

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memperkirakan molornya revisi Permendag 8 tersebut memang masih karena perlu pembahasan yang komprehensif.

Dengan kata lain, pembahasan revisi permendag tersebut, yang akan mengetatkan produk impor juga turut berdampak bagi importir dalam negeri. Apalagi, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) selama Januari—Februari tahun ini juga telah anjlok hingga 21%.

Persoalan tersebut, menurut Bhima, yang hingga kini mungkin masih jadi pembahasan oleh Kementerian Perdagangan bersama dengan pelaku usaha atau industri.

"Memang ada beberapa pihak, terutama importir juga khawatir regulasi impor yang lebih ketat itu bisa menurunkan omzet mereka. Di satu sisi juga permintaan domestiknya sedang turun, sedang jatuh daya beli masyarakatnya," ujar Bhima.

"Jadi masih ada negosiasi di situ, melihat indikator-indikator impor terakhir. Dan juga dari sisi pengusaha domestik memang [tetap juga] terus-menerus mendorong revisi Permendag No. 8/2024 ini."

Meski demikian, Bhima juga tetap mengkhawatirkan berlarutnya pembahasan revisi Permendag tersebut akan dapat menjadi bom waktu lantaran Indonesia tetap dibanjiri barang impor.

"Kalau terlalu dibahas juga itu nanti bisa jadi bom waktu karena barang impornya masuk terus, pengawasannya masih lemah," kata dia.

(ibn/wdh)

No more pages