Perkembangan di Amerika Serikat (AS) masih menjadi sentimen utama penggerak harga emas dunia. Investor terus dibuat cemas oleh kebijakan luar negeri Presiden Donald Trump yang agresif.
Pekan lalu, Trump mengesahkan aturan tarif bea masuk resiprokal. Artinya, semakin besar surplus perdagangan suatu negara terhadap AS, maka tarif bea masuk akan makin besar.
China adalah salah satu negara yang terkena bea masuk resiprokal tersebut, selain sekitar 60 negara lainnya. Beijing pun tidak tinggal diam dan membalas dengan memberlakukan pungutan 34% terhadap produk impor asal Negeri Paman Sam.
Perkembangan ini membuat situasi memanas. Trump menegaskan pihaknya akan menambah tarif bea masuk kepada produk China .
“Jika China tidak menarik pungutan 34% sampai 8 April 2025, maka AS akan menjatuhkan tarif tambahan sebesar 50%, efektif berlaku 9 April,” tegas Trump dalam cuitan di media sosial.
Situasi yang kian pelik ini membuat pasar keuangan dunia bergejolak. Pasar saham ‘kebakaran’, termasuk di Indonesia di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sampai mengalami penghentian perdagangan sementara alias trading halt.
Biasanya emas selaku safe haven asset diuntungkan dalam kondisi semacam ini. Namun situasi begitu ekstrem, sehingga investor perlu menjual emas untuk menutup kerugian di tempat lain, seperti di pasar saham.
Tekanan jual membuat harga emas dunia turun. Efeknya pun terasa sampai ke Indonesia, dengan penurunan harga emas Antam.
(aji)
































