“TKDN bukan hanya soal angka di atas kertas. Kebijakan ini mendorong pemanfaatan produksi lokal dan menunjukkan kemampuan industri nasional untuk menghasilkan produk yang bernilai tambah tinggi dan sesuai standar global," sebutnya.
"Jika konsisten dalam pelaksanaan kebijakan ini, akan memberikan sinyal positif bagi para pelaku industri baja dalam negeri dan memperkuat kemandirian industri baja nasional,” tambahnya.
Menurutnya, Indonesia juga perlu menggunakan kebijakan tarif sebagai langkah antisipasi. Oleh sebab itu, IISIA mendukung jika pemerintah memutuskan untuk menurunkan hingga menghapus tarif impor produk baja dari AS.
“Kami tidak keberatan jika tarif untuk produk baja dari AS dihapuskan, selama produk baja dari Indonesia juga diperlakukan, adil di pasar mereka. Hubungan dagang yang seimbang dan saling menguntungkan harus menjadi prinsip utama,” tegasnya.
Tak hanya itu, pemerintah perlu memperbaiki tata niaga impor baja. Supaya, pengendalian impor secara efektif bisa menjamin pasokan baja dalam negeri.
Sebagai informasi, volume ekspor produk baja Indonesia ke AS selama tahun 2024 sebesar 429,3 ribu ton, yang didominasi oleh produk semifinished slab sebesar 359,5 ribu ton dan hot dip (CGI) sebesar 7,8 ribu ton.
Sedangkan, impor produk baja dari AS pada tahun 2024 sekitar 27,5 ribu ton yang didominasi oleh scrap sebesar 12,7 ribu ton dan seamless pipes sebesar 12,1 ribu ton.
(mef/spt)
































