Sebaliknya, industri makanan dan minuman di Indonesia juga mengimpor berbagai bahan baku industri dari AS, beberapa di antaranya gandum, kedelai, dan susu.
Sebagai gambaran, AS memang menjadi salah satu negara tujuan utama ekspor kopi Indonesia. Menyitir data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor kopi ke AS menempati posisi pertama yakni senilai US$215,5 juta pada 2023.
Ketiga, Adhi mengatakan, dampak pada pekerja. Penurunan ekspor dapat mengancam lapangan kerja di sektor makanan dan minuman di Indonesia, di saat situasi ekonomi yang sedang lesu.
GAPMMI pun meminta pemerintah bisa melakukan negosiasi dengan pemerintah AS untuk mencari solusi yang lebih baik dan mengurangi dampak negatif tarif resiprokal tersebut. Selain itu, pemerintah bisa menganalisa dampak penerapan tarif secara menyeluruh dan memberikan dukungan kebijakan kepada industri makanan dan minuman untuk mengatasi kenaikan biaya produksi dan menjaga daya saing.
Di sisi lain, kata dia, GAPMMI juga meminta pemerintah bisa menciptakan stabilitas perekonomian nasional dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Termasuk, menurut dia, mendorong hilirisasi industri sektor agrobisnis dan substitusi impor bahan baku dengan bahan baku nasional pada jenis komoditas yang dimungkinkan.
Toh, menurut dia, pemerintah bisa mempertahankan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebagai respons kenaikan bea masuk AS. Kebijakan ini telah terbukti meningkatkan permintaan produk manufaktur dalam negeri terutama dari belanja pemerintah.
Selain itu, GAPMMI juga meminta bantuan pemerintah untuk melakukan diversifikasi pasar untuk mengurangi ketergantungan pada pasar Amerika Serikat.
"GAPMMI berkomitmen untuk berkolaborasi dengan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk menghadapi tantangan ini dan memastikan keberlanjutan industri makanan dan minuman Indonesia," ujar Adhi.
(dov/del)

































