Logo Bloomberg Technoz

Arus jual di pasar saham Asia yang berlanjut pagi ini memperpanjang periode penjualan besar-besaran para investor terutama dari aset-aset berisiko seperti saham.

Para investor masih diliputi ketakutan bahwa kebijakan tarif yang diusung Presiden AS Donald Trump, dan menjadi kebijakan paling agresif dalam satu abad terakhir, akan menjatuhkan dunia dalam resesi dan inflasi yang kembali tinggi.

"Jika kebijakan tarif ini diberlakukan, perekonomian akan melambat. Entah itu resesi atau tidak, jelas bahwa perekonomian menuju perlambatan di AS dan di seluruh dunia. Tidak ada tempat untuk bersembunyi kecuali pasar pendapatan tetap," kata Mary Ann Bartels, analis Sanctuary Wealth seperti dilansir Bloomberg News.

Pada perdagangan Kamis, sehari setelah Trump mengumumkan kebijakan agresifnya, bursa saham di Wall Street rontok. Indeks S&P 500 ambles hingga 5%, disusul oleh Nasdaq 100 yang tergerus 5,5%. Itu adalah penurunan bursa Wall Street terbesar sejak Pandemi 2020 lalu.

Sedikitnya senilai US$ 2,5 triliun nilai kapitalisasi bursa AS terhapuskan akibat aksi jual besar-besaran tersebut.

Pada perdagangan Kamis, pasar Asia dan Eropa memberi reaksi lebih dulu terhadap tindakan Trump yang menuai kecaman keras dari negara-negara yang ia kenakan tarif, menaikkan tensi perang dagang ke level tertinggi.

Presiden Prancis Emmanuel Macron mendesak korporasi untuk menghentikan investasi mereka di AS. Prancis juga mendesak Uni Eropa menarget perusahaan-perusahaan teknologi AS sebagai balasan terhadap langkah Trump.

Tiongkok yang dikenakan tarif hampir 60% oleh AS, juga mengatakan akan mengambil tindakan balasan untuk melindungi kepentingan domestik mereka.

Aksi jual besar-besaran di pasar ekuitas bagaimanapun memaksa para investor untuk lebih bersabar ketimbang masuk menyerbu saham-saham yang sudah obral harganya.

"Investor tidak boleh mencoba 'menangkap pisau yang jatuh'. Ini adalah peristiwa ekonomi dan pasar yang dahsyat mirip dengan tahun 1971 dan berakhirnya standar emas, kecuali dengan konsekuensi negatifnya yang langsung," kata investor legendaris Bill Gross.

Pasar kini menunggu laporan penggajian AS, nonfarm payroll, untuk bulan Maret pada Jumat pagi waktu setempat atau Jumat malam waktu Jakarta. Para pelaku pasar juga menunggu pidato dari Jerome Powell, Gubernur Federal Reserve, bank sentral AS.

Pidato dari Powell akan sangat ditunggu karena menjadi pernyataan pertama orang nomor satu di bank sentral paling berpengaruh tersebut, pasca kebijakan tarif Trump dirilis. Ekspektasi bahwa tarif akan membuat perekonomian melambat bahkan resesi akan tetapi dibayangi juga oleh risiko inflasi yang melonjak, membuat pekerjaan rumah The Fed makin rumit.

Menyerbu Obligasi

Dana global dari pasar ekuitas hengkang dan beralih menyerbu aset-aset yang dinilai lebih aman. US Treasury, surat utang Pemerintah AS, menjadi salah satu aset yang banyak diburu saat ini.

Pada sesi perdagangan Asia Jumat ini, yield UST melanjutkan penurunan besar-besaran di semua tenor. Yield 2Y terpangkas 20,6 bps menyentuh 3,652%. Lalu tenor 10Y juga turun 12,3% nyaris bergerak di bawah 4% setelah sekian lama bertahan di atas level tersebut.

Emas juga jadi buruan meski arus dana ke aset komoditas berharga itu mulai melemah dengan harganya terpangkas 0,6% kemarin. Ada indikasi para investor menjual emas untuk menutup kerugian di aset lainnya.

(rui)

No more pages