Di tengah ketegangan global, Ukraina menerima usulan AS untuk gencatan senjata selama 30 hari dengan Rusia sebagai bagian dari kesepakatan untuk mencairkan bantuan militer dan intelijen ke Kyiv. Pembahasan ini dilakukan selama delapan jam dalam pertemuan di Arab Saudi pada Selasa (11/03/2025).
Pelaku pasar di Wall Street semakin gelisah akibat kebijakan tarif yang berubah-ubah, inflasi yang tetap tinggi, serta ketidakpastian mengenai langkah bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) dalam memangkas suku bunga. Indeks volatilitas saham mendekati level tertingginya sejak Agustus, sementara indikator serupa untuk obligasi Treasury mencapai level tertinggi sejak November.
Sejumlah bank besar seperti JPMorgan Chase & Co dan RBC Capital Markets mulai merevisi proyeksi optimistis mereka untuk tahun 2025. Mereka khawatir tarif Trump dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan membuat valuasi saham-saham teknologi besar menjadi terlalu mahal. Citigroup Inc menjadi institusi terbaru yang menurunkan pandangan terhadap pasar saham AS dari "overweight" menjadi "netral".
"Apa yang dilakukan Trump tidak membantu pasar saham AS," kata Neil Dutta, analis di Renaissance Macro Research. "Saat ini saya tidak melihat tanda-tanda resesi. Kita belum pernah mengalami resesi hanya karena ketidakpastian kebijakan. Selain itu, kita belum tahu bagaimana pasar akan bereaksi jika eskalasi yang dilakukan Trump akhirnya berujung pada de-eskalasi."
Australia dan China dalam Sorotan
Beberapa aset Australia berpotensi tertekan setelah Trump menolak memberikan pengecualian tarif baja dan aluminium bagi negara tersebut, meskipun pemerintah Perdana Menteri Anthony Albanese telah melobi secara intensif. Imbal hasil obligasi Australia bertenor 10 tahun naik delapan basis poin dalam perdagangan awal, mengikuti pergerakan di AS.
Sementara itu, saham China akan menjadi perhatian setelah investor mulai beralih ke pasar saham negara tersebut yang sebelumnya terpuruk, menggantikan saham-saham AS. Indeks saham China yang terdaftar di Hong Kong naik 20% sepanjang tahun ini, meskipun masih ada ancaman tarif tambahan dari AS. Menurut sumber yang mengetahui pembicaraan antara AS dan China, negosiasi kedua negara terkait perdagangan dan isu lainnya masih menemui jalan buntu, dengan kedua pihak belum mencapai kesepakatan mengenai langkah terbaik yang harus diambil.
Selanjutnya, perhatian investor akan tertuju pada laporan inflasi AS yang dijadwalkan dirilis pada Rabu malam. Indeks harga konsumen AS diperkirakan meningkat pada Februari, meskipun menunjukkan kemajuan lambat dalam menurunkan inflasi. Inflasi inti diperkirakan naik 3,2% dibandingkan Februari tahun lalu, sedikit melambat dari bulan sebelumnya.
Namun, para pejabat The Fed kemungkinan akan menahan diri untuk tidak mengambil langkah kebijakan besar dalam waktu dekat, sambil mencermati dinamika ekonomi yang terus berubah akibat kebijakan Trump.
(bbn)






























