Logo Bloomberg Technoz

Dia menganalogikan bahwa minyak mentah dari wilayah Pulau Kalimantan, Sumatra, dan Jawa akan berbeda-beda. Walhasil, tidak sembarang minyak dari berbagai daerah bisa digunakan untuk semua jenis kilang.

“Jadi misalkan ada jenis minyak tertentu yang harus diserap oleh Pertamina, ya mau enggak mau Pertamina harus investasi untuk memodifikasi kilangnya tersebut agar disesuaikan dengan minyaknya,” ujarnya.

Modifikasi Kilang

Moshe menjelaskan modifikasi kilang minyak tersebut bisa berupa peningkatan kapasitas kilang. Selain itu, Pertamina juga dinilai perlu cermat menggunakan jenis minyak untuk setiap kilang.

“Kita impor minyak juga kan tertentu. Jadi enggak sembarang kita impor minyak. Kita sesuaikan dengan spesifikasi di kilang kita. Kita impornya dari mana, misalkan minyak dari Nigeria sama minyak dari Eropa itu beda. Minyak dari Arab Saudi atau dari Irak beda. Jadi semua itu harus bisa kita pertimbangkan,” jelasnya.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pernah menyatakan pemerintah akan menyetop ekspor minyak mentah bagian negara dan mewajibkan diolah kilang lokal.  

Selain itu, minyak mentah bagian kontraktor yang tidak sesuai spesifikasi juga diminta untuk diolah dan dicampur, sehingga memenuhi standar yang diperlukan untuk konsumsi kilang domestik. Bahlil menyebut kebijakan ini untuk mempercepat tercapainya tujuan swasembada energi.

Kunjungan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia ke proyek RDMP Balikpapan, Sabtu (14/12/2024)./dok. Kementerian ESDM

Dalam perkembangan terbaru pada awal pekan ini, pemerintah mengumumkan berencana membangun kilang raksasa baru dengan kapasitas 500.000 barel per hari (bph), yang kemungkinan akan dibangun berdekatan dengan rencana proyek fasilitas penyimpanan (storage) minyak di Pulau Nipa, Provinsi Kepulauan Riau.

Bahlil mengungkapkan pembangunan kilang ini menjadi salah satu proyek hilirisasi yang akan dibiayai oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

“Pemerintah juga akan membangun refinery berkapasitas 500.000 barel per hari [bph] yang akan menjadi salah satu fasilitas pengolahan minyak terbesar nantinya. Ini dalam rangka mendorong agar ketahanan energi kita betul-betul lebih baik,” kata Bahlil seusai rapat dengan Presiden Prabowo di Istana Negara, Senin (3/3/2025).

“Lalu, crude storage ini untuk menuju ketahanan energi nasional kita berdasarkan perpres itu harus menambah 30 hari dan itu akan kita bangun di salah satu alternatifnya di Pulau Nipa,” tutur Bahlil.

Bahlil menuturkan kedua proyek tersebut masuk dalam 21 proyek hilirisasi tahap pertama yang akan digarap pemerintah dengan total investasi mencapai US$40 miliar atau sekitar Rp659,2 triliun.

Sekadar catatan, saat ini PT Pertamina (Persero) mengoperasikan enam kilang, yaitu; Refinery Unit (RU) II Dumai, RU III Plaju, RU IV Cilacap, RU V Balikpapan, RU VI Balongan, dan RU VII Kasim.

Kapasitas terpasang pengolahan minyak mentah kumulatif di enam kilang Pertamina mencapai sebesar 1,03 juta bph, atau sekitar 90% dari kapasitas pengolahan yang ada di Indonesia.

Sementara itu, Kementerian ESDM mencatat konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia mencapai 505 juta barel pada 2023. Sebanyak 49% di antaranya didominasi oleh permintaan dari sektor industri transportasi.

Dalam sebuah kesempatan akhir November, Analis Senior III Perencanaan Strategis RDMP PT Pertamina Kilang Internasional (KPI) Yesay Setiawan tidak menampik perseroan memang tertantang dari sisi pendanaan kilang untuk bisa dalam memproduksi BBM berkualifikasi kontaminan 50 parts per million (ppm).

“Sampai saat ini sebenarnya pendanaan itu juga masih menantang buat kami. Dari sisi pendanaan, memang kita ada beberapa skenario sebenarnya. Skenario full equity, strategic partner, debt, dan debt equity,” ujar Yesay dalam diskusi yang digelar IESR.

Dia menyebut investasi yang dibutuhkan untuk empat kilang Pertamina yang dirancang bisa menghasilkan BBM standar Euro 4 diperkirakan mencapai sekitar US$2 milair—US$3 miliar (sekitar Rp31,71 triliun—Rp47,56 triliun).

“Kalau investasi, disclaimer, sekitar US$2 miliar—US$3 miliar. Harga akhir [BBM Euro 4] di konsumen kita mau cari formulasinya, kompensasi harganya; seperti skenario Rp200—Rp500 per liter, range-nya segitu,” ujarnya.

Yesay tidak menampik, secara umum, standar kilang minyak di Indonesia masih menggunakan Euro 2 karena regulasi yang mengatur bahan bakar untuk dijual di dalam negeri belum ketat.

Hingga saat ini, KPI pun masih mempersiapkan sejumlah kilang yang nantinya bisa memproduksi BBM Euro 4, melalui pengembangan diesel hydrotreating (DHT) untuk menghasilkan solar rendah sulfur dan gasoline sulphur hydrotreater (GSH) untuk memproduksi bensin rendah sulfur.

Kilang-kilang yang akan dilengkapi dengan fasilitas DHT antara lain Kilang Balikpapan dan Cilacap, sedangkan yang akan menggunakan GSH adalah Kilang Plaju dan Balongan.

“Di Balikpapan juga ada 2 DHT besar-besar [dengan kapasitas] 150 million barrel stream per day [MBSD] sehari. Jadi mudah-mudahan pada 2025—2026 ini bisa online,” kata Yesay.

-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi

(wdh)

No more pages