“Nah, kita harapkan bahwa dengan tindakan ini, penyidik, kami sampaikan, hari ini masih terus melakukan penggeledahan di tempat yang sama, ya, khususnya di jalan Jenggala,” ujar dia.
Harli juga membuka peluang adanya penggeledahan di tempat lain, jika penyidik merasa membutuhkan tambahan bukti dengan melakukan tindakan penggeledahan pada lokasi yang diperlukan.
“Dan barangkali, apakah ada perkembangan di tempat-tempat lain, nah ini sedang terus kami telusuri untuk bagaimana membuat terang dari tindak pidana ini,” ucap dia.
Dalam perkara itu, Kejagung mengestimasi negara mengalami kerugian mencapai Rp193,7 triliun. Harli merinci, kerugian negara tersebut mencakup kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun dan kerugian impor minyak mentah melalui broker sekitar Rp2,7 triliun.
Selanjutnya, ada juga kerugian akibat impor bahan bakar minyak (BBM) melalui broker sekitar Rp9 triliun, kerugian pemberian kompensasi pada 2023 sekitar Rp126 triliun, serta kerugian pemberian subsidi pada 2023 sekitar Rp21 triliun.
Atas dugaan tindak pidana korupsi tersebut, Kejagung sudah menetapkan tujuh tersangka. Empat diantaranya berasal dari jajaran petinggi subholding Pertamina.
Mereka yakni, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS); Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin (SDS); Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF); dan VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono (AP).
Sementara itu, tiga lainnya berasal dari pihak broker yaitu Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR); Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati (DW); dan Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadan Joede (GRJ).
(azr/frg)


























