Logo Bloomberg Technoz

“Yang utama adalah memulai normalisasi hubungan nyata antara Moskow dan Washington,” ujar Ushakov dalam wawancara dengan televisi pemerintah Rusia setibanya di Riyadh, Senin (17/02/2025).

Kepala dana kekayaan negara (sovereign wealth fund/SWF) Rusia, Kirill Dmitriev, disebut mungkin akan bergabung untuk membahas aspek ekonomi dalam perundingan ini. Ushakov mengatakan pertemuan ini akan mempersiapkan kemungkinan negosiasi penyelesaian konflik Ukraina dan juga membahas rencana pertemuan tatap muka antara Trump dan Putin.

Trump menyebut panggilannya dengan Putin selama 90 menit pekan lalu sebagai “sangat produktif” dan mengisyaratkan kemungkinan bertemu langsung di Arab Saudi. Ini menjadi kontak resmi pertama antara pemimpin AS dan Rusia sejak invasi skala penuh Rusia ke Ukraina pada Februari 2022.

Trump juga membalikkan kebijakan pendahulunya, Joe Biden, yang menolak bernegosiasi dengan Rusia tanpa keterlibatan Ukraina, serta mengendurkan dukungan lama AS terhadap keutuhan wilayah Ukraina dan ambisi Kyiv bergabung dengan NATO.

Setelah muncul protes dari para pemimpin Eropa yang khawatir AS dan Rusia melangkah sendiri tanpa Ukraina, Gedung Putih menegaskan bahwa ini baru sebatas pembicaraan awal, bukan negosiasi penuh untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun.

“Orang-orang tidak seharusnya melihat ini sebagai negosiasi yang konkret atau pembicaraan tentang detail penyelesaian,” kata Bruce, menghindari spekulasi soal kemungkinan KTT Trump-Putin.

Meski begitu, langkah cepat Trump untuk memulai pembicaraan dengan Rusia mengejutkan sekutu-sekutu Eropa, terutama setelah Wakil Presiden AS JD Vance melontarkan kritik tajam terhadap pemerintah Eropa dalam Konferensi Keamanan Munich pekan lalu.

Presiden Prancis Emmanuel Macron, setelah memimpin pertemuan darurat dengan sekutu-sekutu Eropa di Paris, langsung menghubungi Trump dan Zelenskiy.

“Kami menginginkan perdamaian yang kuat dan berkelanjutan di Ukraina,” tulis Macron di media sosial X. “Untuk mencapainya, Rusia harus mengakhiri agresinya, dan Ukraina harus mendapatkan jaminan keamanan yang kuat dan kredibel.”

Namun, pemerintahan Trump telah menegaskan bahwa mereka menolak mengerahkan pasukan AS sebagai bagian dari paket keamanan untuk Kyiv, yang semakin menekan Eropa untuk memperkuat belanja pertahanan dan memperbesar kemampuan militernya sendiri.

Ketidaksepakatan juga muncul dalam pertemuan Paris. Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menyatakan kesediaannya mengirim pasukan penjaga perdamaian ke Ukraina jika diperlukan. Sebaliknya, Perdana Menteri Polandia Donald Tusk menolak opsi tersebut.

“Jika kami bahkan tidak bisa membela diri, bagaimana kami bisa memberikan jaminan keamanan kepada orang lain?” kata Tusk kepada wartawan. “Itu hanya akan menjadi janji kosong.”

Situasi ini menyoroti ketegangan yang semakin dalam antara AS, Eropa, dan Ukraina — memperlihatkan betapa rumitnya jalan menuju perdamaian yang berkelanjutan bagi Ukraina. Bagaimana kelanjutan pembicaraan di Riyadh akan menjadi penentu apakah upaya diplomasi ini benar-benar membawa titik terang atau justru semakin memperlebar jurang perbedaan kepentingan antarnegara.

(bbn)

No more pages