Tidak berhenti di situ, lanjutnya, masalah ekspor listrik bersih ini juga sudah dibahas lagi dengan Presiden Singapura yang baru dalam kunjungannya beberapa bulan lalu ke Tanah Air.
“Terus Menteri ESDM bilang masih mempertimbangkan untuk memberi izin. Loh, itu kan sama sekali tidak menciptakan kepastian iklim investasi. Sudah dibahas di tingkat menteri, di tingkat Presiden, sudah dibahas di rapat dengan Singapura. Kok bisa di-turn down begitu? Loh, kan aneh?”
Fabby mengelaborasi permasalahan ekspor listrik bersih ke Singapura sebenarnya sudah mencapai titik terang pada era Menteri ESDM Arifin Tasrif. Saat itu, Bahlil masih menjabat sebagai Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Pada saat Arifin memberi lampu hijau terhadap rencana ekspor listrik tersebut, lanjut Fabby, Bahlil justru tidak setuju.
“Nah, itu yang kemudian memicu perundingan berulang-ulang, sampai disepakati ketika pertemuan antara Indonesia dan Singapura ya dengan Presiden di Bintan awal 2024. Itu yang kemudian disepakati gitu loh,” terang Fabby.
Kesepakatan tersebut lantas ditindaklanjuti oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) saat itu, Luhut Binsar Pandjaitan.
Dari tindak lanjut tersebut, didapatkan nota kesepahaman yang ditandatangani sekitar Oktober 2023 di tingkat menteri. “Pak Arifin waktu itu tuh. Kan ada dokumentasinya semua,” tegas Fabby.
“Ya bayangkan loh, proses tiga tahun terus tiba-tiba sekarang Menteri ESDM yang baru bilang mau pertimbangkan ulang. Loh gimana? Tanpa alasan yang jelas. ‘Singapura kasih apa ke kita?’ Loh, kan Singapura mau beli listriknya, bukan gratis. Jadi bayar listriknya itu.”
Fabby justru menilai sikap Bahlil menghambat potensi investasi dari Singapura ke depannya. Pengusaha, menurutnya, melihat bahwa pernyataan menteri tersebut menciptakan ketidakpastian baru bagi investasi di sektor energi bersih.
Hingga saat ini, tidak ada tanda-tanda Bahlil melunak kepada upaya lobi-lobi Negeri Singa. Bahlil menyebut belum lama ini sudah bertemu lagi dengan pejabat tinggi Singapura untuk mendiskusikan kembali potensi Indonesia menyuplai listrik berbasis EBT ke negara tetangga itu.
“Saya bilang, ‘Saya akan kirim. Kita bersahabat kok. Saking baiknya kita, kita dukung terus Singapura.’ Sekarang kita mau tanya, kapan dia dukung kita?” ujar Bahlil di sela Mandiri Investment Forum, dikutip Selasa (11/2/2025).
Bahlil mengatakan sebenarnya dia mau saja merestui pengiriman listrik bersih ke Singapura via Riau, serta menyetujui agar negara tersebut bisa menggunakan fasilitas tangkap-simpan karbon atau carbon capture and storage (CCS) di Indonesia untuk emisi dari industrinya.
“Oke, saya setuju juga. Akan tetapi, saya tanya, you kasih Indonesia apa? Jangan you minta aja, tetapi you enggak pernah kasih tahu apa yang mau dikasih ke kita,” tegas Bahlil.
“Jadi jangan dibangun persepsi bahwa seolah-olah enggak kita dukung. Bukan tidak didukung. Kita gendong ini Singapura, kita gendong dia. Cuma pada saat kita gendong, kita juga perlu lihat gelagatnya untuk dia menggendong kita. Nah kalau begitu berarti enggak win-win dong. Mudah-mudahan hasil pertemuan saya kemarin sudah sama-sama insaf, untuk perbaikan kerja sama antara kedua negara.”
Kilas Balik
Berdasarkan catatan Bloomberg Technoz, pada 8 September 2023, Kementerian ESDM di bawah Arifin Tasrif memang pernah mengumumkan Pemerintah Indonesia sudah memberi lampu hijau terhadap ekspor energi bersih ke Singapura.
“Iya, kalau dia [Singapura] mau, kalau dia perlu. [Kita akan ekspor] listrik bersih,” ujar Arifin singkat saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jumat (8/9/2023).
Delapan perusahaan saat itu diketahui mendapatkan izin untuk jual beli energi bersih atau listrik rendah karbon sebesar total 2 gigawatt (GW) antara Indonesia dan Singapura.
Berdasarkan data yang dihimpun Bloomberg Technoz, kedelapan perusahaan tersebut terdiri dari tiga korporasi yang tergabung dalam konsorsium Indonesia Solar Panel Industry & Renewable Alliance (Inspira), yaitu anak usaha dari grup Adaro, Medco, dan Toba Sejahtera.
Selain itu terdapat juga lima perusahaan original equipment manufacturer (OEM).
Terkait dengan ekspor listrik bersih ke Singapura, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM saat itu, Dadan Kusdiana, mengatakan kesepakatan bilateral itu merupakan tindak lanjut dari pertemuan antarmenteri energi Asean di Bali beberapa waktu sebelumnya ihwal interkoneksi dan perdagangan kelistrikan di kawasan.
“Jadi ini kesepakatan g2g [government to government]. Singapura akan sampaikan ke Indonesia butuh listriknya berapa, kapasitasnya per tahun berapa, listriknya seperti apa, kualitasnya seperti apa. Itu akan disampaikan ke Indonesia," kata Dadan.
"Nah, Pemerintah Indonesia pada saat yang sama akan menyampaikan ke Singapura, kita bisanya seperti apa, kita punya potensinya apa, akan disampaikan seperti itu. Kan nanti PIC-nya Dirjen Ketenagalistrikan untuk kerja sama yang mewakili indonesia. Nanti akan dibahas dan difasilitasi supaya terjadi perdagangan listrik tersebut."
Lebih lanjut, dia bahkan menjelaskan kesepakatan jual beli listrik antara Indonesia dan Singapura berlaku selama 5 tahun, tetapi bisa diperpanjang. Dia juga memastikan kesepakatan hanya boleh dilakukan antarpemerintah, bukan antarperusahaan atau business to business (B2B).
Di tempat terpisah pada hari yang sama, Menteri Ketenakerjaan sekaligus Wakil Menteri Perdagangan dan Industri Singapura Tan See Leng mengumumkan rencana impor listrik bersih dari Indonesia di sela acara Indonesia Sustainable Forun (ISF).
"Saya dengan bangga mengumumkan bahwa Otoritas Pasar Energi Singapura atau EMA telah memberikan persetujuan bersyarat untuk impor 2 GW listrik rendah karbon dari Indonesia ke Singapura," ujar Tan pada kesempatan tersebut.
Setelah itu, Tan mengatakan Pemerintah Singapura akan melakukan penandatangan nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) bersama Menteri ESDM Arifin Tasrif.
"Secara kolektif, perusahaan tersebut diusulkan untuk memasang sekitar 11 gigawatt kapasitas puncak fotovoltaik tenaga surya dan 21 GW penyimpanan energi baterai di Indonesia," ujar Tan.
Tan menambahkan proyek ini memang akan memerlikan investasi yang cukup besar nantinya. Namun, juga bakal memperkuat hubungan perdagangan antara Indonesia dan Singapura.
Pada 2035, Tan sendiri mengatakan Singapura akan membutuhkan sekitar 4 GW listrik yang rendah karbon. Dari total itu, sekitar 50%-nya juga bakal dipasok dari Indonesia.
"Dari jumlah tersebut akan berasal dari Indonesia merupakan bukti kemitraan jangka panjang dan komprehensif serta ambisi bersama untuk menemukan peluang yang memungkinkan masyarakat kita mencapai kesejahteraan bersama," tegasnya.
Berikut 8 Perusahaan yang Terlibat Nota Kesepakatan Perdagangan Listrik Bersih RI-Singapura:
3 Perusahaan dari Konsorsium Inspira:
- PT Adaro Clean Energy Indonesia - diwakili oleh Dharma Hutama Djojonegoro (CEO Adaro Power)
- Pacific Medco Solar Energy Pte Ltd - diwakili oleh Eka Satria (Direktur PMSE)
- PT Energi Baru TBS - diwakili oleh Dimas Adi Wibowo (CEO Energi Baru TBS)
5 OEM:
- Seraphim
Seraphim Solar System Co. Ltd. - diwakili oleh Polaris Li (Chairman Seraphim) - LONGi
LONGi Solar Technology Co. Ltd. - diwakili oleh Zhao Bin - IDN Solar
PT IDN Solar Tech - diwakili oleh Riady Lukman - Sungrow
Sungrow Power Supply Co. Ltd. - diwakili oleh Hu Yukun - Huawei
PT Huawei Tech Investment - diwakili oleh Guo Hailong
-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi
(wdh)




























