"Artinya memperbesar tantangan mencapai target pertumbuhan ekonomi [sebesar 5,2%] yang ditetapkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara [APBN] 2025," ujar Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufikurahman kepada Bloomberg Technoz.
Selanjutnya, Airlangga juga menyoroti volatilitas harga komoditas yang bakal memengaruhi perkembangan ekonomi Tanah Air. Terlebih, Indonesia selama ini masih mengandalkan komoditas untuk penerimaan negara.
Menyitir London Metal Exchange (LME), mayoritas harga komoditas logam non-ferrous mengalami penguatan pada penutupan perdagangan Kamis (30/1/2025), termasuk mineral-mineral andalan Indonesia seperti tembaga, dan timah.
Harga tembaga menguat 0,67% menjadi US$9.128/ton dan timah menguat 0,54% menjadi US$30.269/ton. Sementara, nikel melemah 0,68% menjadi US$15.394/ton.
Selain itu, Airlangga mengatakan sejumlah risiko yang akan dihadapi Indonesia ke depannya adalah berupa era tingkat suku bunga yang relatif tinggi serta kerentanan ketahanan pangan dan energi akibat perubahan iklim.
"Ini yang perlu kita perhatikan, terutama proyeksi ekonomi global 2025 sekitar 3,2% di bawah rata-rata histori. Namun kalau dari segi Purchasing Power Parity, ekonomi Indonesia sudah masuk nomor 8, itu lebih tinggi dari Italia, Prancis, dan ini suatu capaian yang baik," ujarnya.
(ain)






























