Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai, pada saat pendanaan asing untuk energi baru terbarukan (EBT) menurun, pemerintah semestinya memiliki kesempatan lebih besar untuk mendanai proyek energi terbarukan dengan memaksimalkan atau mengoptimalkan pendanaan publik seperti APBN dan APBD.
Hal itu bisa dilakukan dengan memangkas anggaran subsidi energi fosil atau memajaki ekspor batu bara dan gas untuk mendanai proyek-proyek energi terbarukan.
Lebih lanjut Fabby menyebut pemerintah bisa menganggarkan pendanaan untuk energi terbarukan dengan memberikan tambahan ekuitas kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.
Kemudian, menciptakan mekanisme pendanaan energi terbarukan lewat platform Energy Transition Mechanism (ETM) yang dikelola oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero).
Hal ini dimungkinkan dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan [PMK] No.103/2023 tentang Pemberian Dukungan Fiskal Melalui Kerangka Pendanaan dan Pembiayaan dalam Rangka Percepatan Transisi Energi di Sektor Ketenagalistrikan.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan pendanaan transisi energi dari skema JETP untuk Indonesia baru masuk sebesar US$500 juta atau sekitar Rp8,15 triliun dari total komitmen US$21,6 miliar.
(lav)






























